Kamis 06 Jun 2024 05:08 WIB

Gen Z, Generasi Kreatif yang Terjerat Realitas 'Lulus Tapi Nganggur'

Gen Z di Indonesia dihadapkan pada tantangan besar yaitu pengangguran.

Rep: Ronggo Astungkoro/Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Gen Z butuh pekerjaan (ilustrasi). Gen Z di Indonesia justru dihadapkan pada tantangan besar yaitu pengangguran.
Foto: Dok. Freepik
Gen Z butuh pekerjaan (ilustrasi). Gen Z di Indonesia justru dihadapkan pada tantangan besar yaitu pengangguran.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Generasi Z atau Gen Z, kelompok usia yang lahir antara tahun 1997 dan 2012, dikenal sebagai generasi yang melek teknologi dan penuh dengan ide-ide kreatif. Namun, ironisnya, di era digital yang penuh dengan peluang ini, Gen Z di Indonesia justru dihadapkan pada tantangan besar yaitu pengangguran.

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data bahwa hampir 10 juta penduduk usia muda yang berusia 15-24 tahun atau Gen Z terjebak dalam lingkaran mencari kerja tanpa hasil, terhitung sebagai Not Employment, Education, or Training (NEET). Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

Baca Juga

Menurut Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati, fenomena maraknya pengangguran di kalangan Gen Z menjadi ancaman serius bonus demografi menuju Indonesia Emas 2045. Dia mengatakan, bonus demografi jika tidak diiringi dengan hadirnya kesempatan kerja yang besar bagi generasi muda, maka akan menciptakan bom waktu. 

"Angka 10 juta pengangguran Gen Z sudah jadi tanda-tanda jika bonus demografis kita tidak terkelola dengan baik. Kita sudah menyadari hadirnya bonus demografi, maka di hulu pentingnya pendidikan skill dan di hilir pentingnya terbukanya luas kesempatan kerja," kata Kurniasih dalam keterangannya, pada Mei lalu.

Ada berbagai faktor yang diduga menjadi penyebab banyaknya Gen Z di Indonesia yang menganggur. Di antaranya yakni ketidakcocokan skillset dengan kebutuhan pasar kerja, dampak disrupsi teknologi, kurangnya pengalaman kerja, dan kurangnya kesadaran akan skillset yang diincar.

LinkedIn Career Expert, Serla Rusli, mengatakan tahap memasuki pasar kerja yang ketat memang cukup sulit, terutama di awal perjalanan karier. “Dengan mengetahui tren industri dan pekerjaan yang diminati serta menjelajahi peran yang mungkin tidak pernah dibayangkan sebelumnya, pilihan pekerjaan pun akan semakin luas,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id

Jejaring profesional LinkedIn telah merilis laporan yang menunjukkan bahwa analitik, desain, dan teknik merupakan keterampilan atau skill paling diincar dari seorang fresh graduate S1 pada 2023. Kemudian, penguasaan SQL (bahasa query terstruktur) dan database berada di posisi keempat dan kelima sebagai keterampilan paling banyak dicari dari seorang fresh graduate.

Menurut data LinkedIn, tren pengaturan kerja di perusahaan Indonesia tetap konsisten seperti tahun sebelumnya. Posisi kerja di lokasi untuk tingkat pemula tidak mengalami perubahan signifikan tahun ini, yaitu sebesar 75,3 persen dibandingkan dengan 75,4 persen tahun lalu.

Sementara itu, posisi hybrid juga tetap stabil di angka 24,7 persen, dibandingkan dengan 24,6 persen tahun lalu. Temuan ini menunjukkan bahwa meskipun pekerja Indonesia sudah familiar dengan tren kerja hybrid, perusahaan masih memprioritaskan pengaturan kerja penuh di lokasi. Oleh karena itu, lulusan baru perlu beradaptasi dengan kebutuhan dan ekspektasi industri.

Laporan Career Starter 2024 dari LinkedIn juga mengungkap bahwa layanan konsumen adalah industri yang paling cepat berkembang bagi para profesional muda dengan gelar sarjana. Industri lain yang banyak mempekerjakan lulusan baru mencakup minyak, gas, pertambangan, konstruksi, pendidikan, serta layanan administrasi. Selain itu, calon pekerja dengan gelar master memiliki banyak peluang di industri minyak, gas, pertambangan, serta jasa keuangan.

Data LinkedIn kemudian mengungkap berbagai pekerjaan teratas untuk profesional dengan kualifikasi pendidikan yang berbeda. Pemegang gelar sarjana dapat mengeksplorasi berbagai profesi seperti spesialis pemasaran, spesialis administrasi, dan desainer grafis. Semakin banyak pemegang gelar master yang bekerja sebagai dosen dan spesialis administrasi.

Sementara itu, calon pekerja yang tidak memiliki gelar juga dapat menemukan karier yang memuaskan dengan menjalani profesi seperti spesialis administrasi, spesialis penjaminan kualitas, dan desainer grafis. Serla mengatakan, terlepas dari latar belakang pendidikan, berbagai fungsi pekerjaan mengalami pertumbuhan pesat. Tersedia banyak peluang bagi pemegang gelar sarjana di bidang seperti spesialis data, spesialis program, dan data entry.

“Banyak skill saat ini dapat dipindahkan lintas industri. Peningkatan penggunaan AI pun menciptakan lebih banyak peran terkait teknologi di berbagai bidang, mendorong perusahaan untuk mencari profesional dengan latar belakang pendidikan yang beragam. Tren perekrutan ini mencerminkan pola ekonomi yang lebih luas seperti yang ada di sektor energi," kata Serla.

Tips bagi yang akan mencari kerja...lanjutkan membaca>>

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement