REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar dan praktisi hukum Luthfi Yazid menilai perselisihan hukum akibat penyelenggaraan Pemilu 2024 masih saja terjadi di tingkat nasional maupun daerah. Sistem hukum yang semestinya memberikan kepastian masih lemah.
“Hal ini menunjukkan sistem hukum nasional yang seharusnya menjaga dan memberikan kepastian hukum masih lemah,” kata Luthfi dalam keterangan tertulis, kemarin.
Akibatnya, kata ia, kinerja institusi hukum nasional tidak optimal bahkan terkesan serampangan dalam melayani kebutuhan hukum masyarakat. Buktinya fenomena tersebut terjadi pada sejumlah institusi hukum seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang mendapat banyak kritik pedas selama dan sesudah proses Pemilu 2024.
Luthfi lantas menunjukkan kasus hukum Pemilu Presiden 2024. Terkait hal ini, Luthfi turut menjadi tim hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Penyelesaian sengketa Pilpres di MK, misalnya, kok cuma 14 hari. Bagaimana menciptakan putusan yang adil? Bagaimana pembuktian dan pemeriksaan saksi bisa mendalam?" Tapi untungnya, lanjut Luthfi, "Masih ada dissenting opinion dari tiga hakim MK yang tak pernah terjadi dalam sejarah."
Bawaslu Jateng Dinilai Tidak transparan
Kecurangan Pemilu juga terjadi di daerah. Banyak calon legislatif (caleg) yang mengaku telah mendapatkan bukti terjadi kecurangan suara di TPS Dapil-nya. Salah satunya adalah caleg Partai Gerindra, M.B. Setiadharma.