REPUBLIKA.CO.ID, MUARO JAMBI -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah memulai proses revitalisasi Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Anggaran sebesar Rp 600 miliar dikucurkan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan Kemendikbudristek untuk megaproyek tersebut tahun ini.
Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid mengatakan, proses revitalisasi yang dilakukan di KCBN Muarajambi tak hanya sekadar pembangunan fisik atau penataan lingkungan. Lebih dari itu, revitalisasi dilakukan sebagai upaya untuk merekonstruksi peradaban yang pernah berjaya di kawasan tersebut, yang nantinya bisa menjadi inspirasi untuk masyarakat.
"Kami bukan sekadar bikin proyel bangunan yang nanti bisa dikunjungi, tapi utamanya sedang merekonstruksi peradaban itu sebagai sumber inspirasi kita ke depan," kata dia di kompleks KCBN Muarajambi, Rabu (5/6/2024).
Candi Muaro Jambi diperkirakan dibangun abad ke-6 dan ke-7. Candi itu kemudian terus digunakan oleh masyarakat sampai ke abad ke-12 hingga abad ke-13. Artinya, kawasan itu pernah dihuni oleh masyarakat selama sekitar 600 tahun.
Menurut Hilmar, 600 tahun bukanlah waktu yang singkat. Banyak sekali peninggalan sejarah yang ditemukan di lahan seluas 3.981 hektare itu. Bahkan, sebagian besar peninggalan sejarah di kawasan itu masih belum tergali.
"Saya kira tugas yang diemban oleh generasi kita ini adalah tugas yang sangat bersejarah. Kita ingin memastikan kelestarian apa yang ditinggalkan pendahulu kita, dan juga menjadikannya sebagai sumber inspirasi," ujar dia.
Selain untuk menggali sejarah, menurut Hilmar, revitalisasi yang dilakukan saat ini juga diharapkan akan menambah perhatian dunia terhadap KCBN Muarajambi. Pasalnya, KCBN Muarajambi merupakan situs Buddhisme terbesar di Asia Tenggara.
Berdasarkan berbagai temuan yang ditemukan, KCBN Muarajambi merupakan tempat yang digunakan untuk kepentingan spiritual dan pendidikan di masa lalu. Pada masanya, banyak orang dari luar daerah datang untuk belajar ke Muaro Jambi.
"Memang catatan sejarahnya menunjukkan seperti itu. Orang datang dari berbagai tempat di Asia, ke sini untuk belajar bahasa sankrit, mendalami agama Buddha, dan seterusnya," ujar dia.
Dari sejumlah benda bersejarah yang ditemukan, peradaban di Muaro Jambi dinilai cukup kosmopolitan di masa lalu. Hal itu tergambar dari adanya temuan perhiasan emas, patung andesit, hingga keramik dari Cina, yang cukup banyak jumlahnya.
"Itu menandakan situs ini berinteraksi dengan daerah luar cukup intens. Itu membuktikan situs ini cukup kosmopolitan di masa lalu," ujar Hilmar.
Karena itu, diperlukan revitalisasi untuk mengungkap lebih banyak sejarah dari KCBN Muarajambi. Ia menargetkan, KCBN Muarajambi dapat lebih prestisius dari Candi Angkor Wat di Kamboja.
"Target dalam lima tahun ke depan membuat ini lebih hebat dari Angkor Wat. Ini bisa kita pastikan, karena potensinya ada. Tinggal sekarang di antara kita, sama-sama kita bangun untuk memastikan dia (KCBN Muarajambi) jadi salah satu situs terpenting di Asia Tenggara," kata dia.
Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah V Jambi Agus Widiatmoko mengatakan, terdapat empat bangunan fisik yang akan dilakukan pemugaran pada tahun ini, yaitu Candi Koto Mahligai, Candi Parit Duku, Alun-Alun, dan Candi Sialang. Selain melakukan pemugaran, proses revitalisasi juga termasuk dengan penataan lingkungan mencakup lima lokasi, yaitu Candi Koto Mahligai, Candi Kedaton, Candi Gedong, Candi Sialang, dan Candi Astano.
"Tentu saja pekerjaan ini berbarengan dan kami sudah mulai laksanakan bulan Maret. Kemudian juga diliputi dengan pemugaran Candi Koto Mahligai, Candi Parit Duku, Candi Sialang, dan menabo (gundukan) Alun-Alun," kata Agus.
Ia menambahkan, proyek revitalisasi yang dilakukan bukan hanya fokus terhadap kondisi fisik, melainkan juga pekerjaan pemajuan kebudayaan masyarakat. Karenanya, dalam proyek revitalisasi juga sekaligus dilakukan pemberdayaan masyarakat di delapan desa sekitar KCBN Muarajambi, yaitu Desa Danau Lamo, Desa Baru, Desa Muara Jambi, Desa Kemingking Luar, Desa Kemingking Dalam, Desa Tebat Patah, Desa Susun Mudo, dan Desa Teluk Jambu.
"Pekerjaan ini bukan semata fisik, tapi juga pemberdayaan masyarakat," ujar Agus.
Berdasarkan penelitian arkeologis, Candi Muaro Jambi diperkirakan didirikan sekitar abad ke-7 hingga ke-13, selaras dengan periode kejayaan Kerajaan Sriwijaya. Era ini menandai salah satu puncak perdagangan dan kebudayaan di Asia Tenggara.
Kompleks Candi Muaro Jambi mencakup area sekitar 3.981 hektare. Fakta itu menjadikan situs ini sebagai salah satu kompleks cagar budaya terluas dan tertua di Asia Tenggara, dengan sejumlah besar struktur dan artefak yang masih terpelihara.
Kompleks ini diketahui terdiri dari sekitar 82 struktur, termasuk candi utama dan bangunan pendukung. Beberapa candi penting di antaranya adalah Candi Tinggi, Candi Gumpung, dan Candi Kedaton, yang masing-masing memiliki keunikan arsitektural dan historis.
Candi Muaro Jambi juga telah ditetapkan sebagai cagar budaya nasional oleh pemerintah Indonesia, dan terdaftar dalam Tentative List Warisan Dunia UNESCO sejak tahun 2009, yang menegaskan pentingnya pelestarian situs ini. Kompleks itu juga telah mendapatkan pengakuan internasional melalui pengakuan dan usulan sebagai situs Warisan Dunia oleh UNESCO.