Jumat 04 Dec 2015 07:00 WIB

Rijswikstraat (Jalan Hayam Wuruk) 1950-an

Jalan Hayam Wuruk tahun 1950-an.
Foto: OUD Batavia
Jalan Hayam Wuruk tahun 1950-an.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab

Sebelum kemerdekaan, Batavia (Jakarta) merupakan sebuah kota yang dibangun untuk warga kulit putih. Karena Prancis pernah berkuasa di kota itu, Jakarta pernah memiliki daerah Prancis.

Salah satunya adalah Rijswijkstraat. Nama ini berasal dari kata rijst (persawahan) dan wijk (lapangan luas) yang terletak dekat Harmoni, seperti terlihat dalam gambar. Pada masa itu, daerah itu adalah daerah pinggiran Batavia yang dipenuhi persawahan yang sejak masa Daendels (1808-1811) dijadikan sebagai permukiman di selatan kota.

Rijswijkstraat sejak 1950-an berganti nama menjadi Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat. Pada masa Belanda Jalan Hayam Wuruk hanya sampai di Jembatan Besi, Sawah Besar. Selebihnya, ke utara hingga Jakarta Kota disebut  Molenvliet Oost dan jalan di sebelahnya Molenvliet West kini Jalan Gajah Mada.

Seperti terlihat di foto yang tidak sampai setengah abad lalu, jalan raya ini masih lengang, tapi sudah mulai terlihat lalu lintas tidak beraturan. Misalnya, delman dan becak seenaknya memasuki kawasan elite ini dari dua arah. Sebelah kiri adalah Hotel de Galery dan di bawahnya terdapat toko-toko yang hingga kini masih tegak berdiri. Hotel ini milik seorang Arab.

Di depannya, tampak Club Harmonie yang didirikan pada 1810 dan diselesaikan pada masa Raffles (1811-1816). Di Club Harmonie, para petinggi Belanda menghabiskan waktu liburan pada malam hari dengan berdansa semalam suntuk. Tempat kebanggaan Belanda yang telah berusia dua abad ini dihancurkan pada April 1985 dan dijadikan bagian dari gedung Sekretariat Negara.

Di depan Club Harmonie, terdapat penjahit terkenal 'Oger Freres' (Oger Bersaudara). Di sini, kita bisa mendapatkan busana yang mengikuti model terbaru dari Paris, pusat mode di Eropa ketika itu.

Sampai 1960-an, gedungnya masih dapat kita temui dan kini menjadi gedung Natour untuk menggalakkan pariwisata. Di sekitar gedung ini, dulu kita bisa membeli kue-kue, sepatu, dan barang lain berasal dari Prancis atau tiruan lokal model Prancis yang sedang naik daun ketika itu.

Sementara itu, sebuah trem listrik dari arah Risjwijk (Jalan Veteran) sedang menuju Jakarta Kota melewati Jalan Jaga Monyet (kini Jalan Sukardjo Wiryopranoto). Masih tampak ibu-ibu tengah mencuci pakaian di Ciliwung. Di dekat Jalan Jaga Monyet, terdapat Jalan Petojo Binatu karena banyak penduduknya yang menjalani profesi tukang binatu.

Sebelum pesta Asian Games IV di Jakarta (1962); kawasan Harmoni, Rijswijk, dan Noordwijk merupakan pusat kegiatan di Jakarta. Mulai dari tempat-tempat hiburan sampai ke pusat bisnis.

Hingga di Jembatan Harmoni, terdapat patung Hermes yang merupakan dewa perniagaan menurut mitologi Yunani. Kemudian, oleh Bung Karno, pintu gerbang Kota Jakarta dipindahkan ke Jalan Thamrin dan Jalan Sudirman sejak berlangsungnya Asian Games IV.

Beberapa gedung megah dan bersejarah digusur di kawasan elite Batavia ini, baik oleh Bung Karno maupun Pak Harto. Termasuk, Hotel des Indes--hotel termegah sebelum ada Hotel Indonesia--dan Gedung Harmonie serta Hotel de Nederlanden yang kini menjadi Gedung Bina Graha.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement