Ahad 06 Dec 2015 07:00 WIB

Noordwijk Kawasan Para Bule

Noordwijk Kawasan Para Bule
Foto: OUD Batavia
Noordwijk Kawasan Para Bule

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab

Noordwijk (kini Jalan Juanda), Jakarta Pusat, yang diabadikan pada 1920, keadaannya sangat kontras dengan sekarang ini. Delman atau sado merupakan kendaraan utama ketika itu. Lihatlah seorang bule berseragam putih--pakaian  governement ketika itu--dengan santainya menyusuri jalan raya tanpa takut kecelakaan.

Di sebelah kanan, seorang pribumi dengan santai tengah melenggang di jalan raya. Kala itu, karena belum banyak kendaraan bermotor (mogil) yang nongol, Jalan Raya Juanda sangat lengang. Di sebelah kanan foto, di tepi Ciliwung terlihat pompa bensin untuk mobil yang jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari.

Cobalah mendatangi Jalan Juanda sekarang ini. Kemacetan sudah tidak tertolonglagi dan pada musim kemarau panasnya bukan main. Padahal, pada tempo dulu kawasan ini sangat sejuk dengan pepohonan di kiri dan kanan jalan raya.

Foto yang diabadikan dari perempatan Harmoni di mana Noordwijk dan Risjwijk (kini Jl Veteran) dibatasi oleh kanal sodetan Kali Ciliwung melalui Pasar Baru, Gunung Sahari, hingga ke Laut Jawa.

Tampak jembatan Harmoni yang hingga kini masih kita dapati. Di kiri tampak pertokoan yang menjadi tempat perbelanjaan dan hiburan para warga Barat. Di seberang Noordwijk terdapat Risjwijk (kini Jalan Veteran). Keduanya merupakan kawasan elite Belanda di Batavia.

Di samping pertokoan, perhotelan, dan bioskop, terdapat sejumlah rumah makan yang menghidangkan masakan Eropa. Adanya gedung Harmoni (kini tempat parkir gedung Sekretariat Negara) menambah keindahan kawasan ini.

Tidak heran pada masa Letnan Gubernur Sir Thomas Raffles (Inggris), kedua kawasan yang saling bersebrangan dan sebagian Molenvliet (Jalan Hayam Wuruk dan Jl Gajah Mada), menetapkan sebagai kawasan Eropa.

Dengan mengusir dan menggusur warga Betawi dan toko-toko milik keturunan Cina dari kawasan ini, termasuk sebuah pemakaman umum, Raffles sendiri kemudian membangun kediamannya di Risjwijk yang kini menjadi gedung Bina Graha tempat kerja presiden. Sekalipun dia lebih senang di daerah peranginan, Buitenzorg (Bogor).

Dahulu, di Noordwijk terdapat sebuah taman yang pada malam hari, terutama malam Minggu, dipenuhi oleh pria dan wanita berpakaian Eropa saling bermesraan diterangi rembulan dan lampu-lampu taman yang indah. Di Noordwijk hingga kini masih kita jumpai klooster Ursulin yang diresmikan pada 1 Agustus 1856. Sebuah  klooster Katolik lainnya dibangun di samping Kantor Pos Pasar Baru dengan nama yang sama.

Pada masa VOC (1619-1799), Belanda dengan sangat mencolok melakukan diskiriminasi terhadap agama. Melarang dibangunnya tempat peribadatan Katolik di Hindia Belanda. Baru pada 8 Mei 1807, Louis Bonaparte, adik Napoleon Bonaparte, yang menaklukkan Nederland, membolehkan dibangunnya tempat peribadatan Katolik.

Tapi, tetap tidak memperbolehkan membangun masjid di jalan-jalan raya Batavia. Karenanya, setelah kemerdekaan, Bung Karno dan Bung Hatta serta pemuka Islam bertekad membangun Masjid Istiqlal (Kemerdekaan) di bekas benteng Belanda.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement