Kamis 17 Dec 2015 07:00 WIB

Kawasan Prancis di Harmoni

Kawasan Prancis di Harmoni.
Foto: Arsip Nasional.
Kawasan Prancis di Harmoni.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab

Deretan gedung yang sebagian masih tersisa sekarang merupakan kawasan Harmoni, Jakarta Pusat. Foto ini diabadikan pada akhir abad ke-19 saat Batavia hanya berpenduduk 116 ribu jiwa.

Tidak hanya tingkat kependudukan di lingkungan orang Eropa yang rendah, tapi suasana serupa juga terdapat di perbatasan bagian selatan kota yang kala itu tidak melampaui Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Kala itu, Batavia sebagai ibu kota koloni Hindia Belanda lebih bersuasana pedesaan dibandingkan kota industri dan pelabuhan Surabaya, yang saat itu berpenduduk 147 ribu jiwa dan berirama hidup lebih cepat.

Dewasa ini, kita harus bersusah payah berkendaraan dari Harmoni (kini Jalan Majapahit) ke Glodok melewati Jalan Gajah Mada (dulu Molenvliet West) akibat macetnya yang kagak ketolongan. Namun, dalam foto, betapa lengangnya jalan ketika itu.

Harmoni berdekatan dengan Monas yang pada masa Prancis dijuluki Champs de Mars. Lalu, berganti jadi Koningsplein (Lapangan Raja) saat kekuasaan Belanda dipulihkan. Tapi, rakyat menyebutnya Lapangan Gambir.   

Berkat kekuasaan Prancis (1808-1812), Batavia memiliki daerah Prancis, termasuk kawasan Harmoni. Warga Prancis juga tinggal di Risjwijk Straat (berasal dari kata risjk (persawahan) dan wijk (lapangan luas). Kala itu, Risjwijk merupakan daerah pinggiran Saint Honore Kota Batavia.

Di paling ujung deretan pertokoan, terdapat penjahit terkenal Oger Freres (Oger Bersaudara). Di sini, orang bisa mendapatkan busana mengikuti model terbaru dari Paris (gedungnya kini ditempati oleh Biro Perjalanan Natour).

Menurut pengarang Prancis, Bernard Dorleans, dalam buku Orang Prancis dan Orang Indonesia Abad XVI sampai XX, di Harmoni dan sekitarnya pada masa itu, masyarakat dapat membeli kue, sepatu, dan berbagai barang yang berasal dari Prancis. Di dekatnya, terdapat Hotel des Indes yang pada abad ke-19 muncul makanan risttafel yang termasyhur, yang sehari-hari jadi makanan orang Eropa.

Beberapa puluh tahun kemudian, abad ke-20, yang dikenal sebagai zaman keemasan oleh orang Eropa sebagai zaman tempo doeloe. Di ujung jembatan Harmoni yang berbelok ke arah Jalan Juanda dan Jalan Veteran, terdapat patung Hermes, Dewa Perniagaan Yunani, yang menunjukkan daerah ini sebagai pusat perdagangan dan perniagaan. Karena pernah dicuri, duplikat patung itu kini disimpan di Museum Sejarah DKI Jakarta.

Charles Worter, seorang wisatawan Inggris yang bertamasya ke Batavia (1852), menyebutkan, kehidupan elite Eropa dan Belanda penuh glamour. Wanitanya senang menggunakan dari sutra yang didatangkan dari pusat mode Paris.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement