REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab
Mantan wakil presiden Boediono pada Februari 2010 mengisyaratkan tidak takut kehilangan jabatan dalam pemerintahan. Tapi, kata orang kedua di pemerintahan yang saat itu mendapat sorotan tajam karena kasus Bank Century ini, cara yang ditempuh harus elegan (santun).
"Tidak dengan cara menempuh delegitimasi (kekuasaan), cara yang tidak elok dalam kehidupan bernegara," ucap dia. Boediono mengingatkan bangsa Indonesia tidak mengulang kegagalan untuk kali kedua dalam praktik berdemokrasi seperti pada masa demokrasi liberal 1950-1957.
Berdasarkan UUDS kabinet mengikuti sistem demokrasi parlementer, kabinet dan para menteri hanya bertanggung jawab pada parlemen. Presiden Sukarno yang seolah-olah hanya dijadikan simbol pada masa tersebut, mengutuk keras demokrasi ini, yang dikatakannya sebagai demokrasi liar dan bertentangan dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Meski sejak 1957 dia sudah mengisaratkan menghapus sistem demokrasi liberal, baru pada 5 Juli 1959 ia mengeluarkan Dekrit Presiden. Dan, dimulailah Sistem Demokrasi Terpimpin. Sekaligus mengakhiri gonta-ganti kabinet yang pada masa demokrasi liberal sarat dengan mosi-mosi tidak percaya dan saling menjatuhkan.
.