Selasa 22 Mar 2016 07:00 WIB

Babad Prabu Siliwangi, Syekh Siti Jenar dan Penyebaran Islam di Betawi

Red: Karta Raharja Ucu
Lukisan Sri Baduga Maharaja atau lebih dikenal dengan nama Siliwangi didampingi tiga harimau
Foto: tatarsunda
Lukisan Sri Baduga Maharaja atau lebih dikenal dengan nama Siliwangi didampingi tiga harimau

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab

Sejarawan keturunan Jerman, Adolf Heuken SJ, dalam buku Masjid-masjid Tua di Jakarta, menulis tiada masjid di Jakarta sekarang ini yang diketahui sebelum 1640-an. Dia menyebutkan Masjid Al-Anshor di Jalan Pengukiran II, Glodok, Jakarta Kota, sebagai masjid tertua yang sampai kini masih berdiri. Masjid ini dibangun orang Moor artinya pedagang Islam dari Koja (India).

Sejarah juga mencatat pada Mei 1619, ketika VOC menghancurkan Keraton Jayakarta, termasuk sebuah masjid di kawasannya. Letak masjid ini beberapa puluh meter di selatan Hotel Omni Batavia, di antara Jalan Kali Besar Barat dan Jalan Roa Malaka Utara, Jakarta Kota.

Untuk mengetahui sejak kapan penyebaran Islam di Jakarta, menurut budayawan Betawi, Ridwan Saidi, bisa dirunut dari berdirinya Pesantren Quro di Karawang pada 1418. Syekh Quro, atau Syekh Hasanuddin, berasal dari Kamboja.

Mula-mula maksud kedatangannya ke Jawa untuk berdakwah di Jawa Timur, namun ketika singgah di pelabuhan Karawang, Syekh urung meneruskan perjalanannya ke timur. Ia menikah dengan seorang gadis Karawang dan membangun pesantren di Quro.

Makam Syekh Quro di Karawang sampai kini masih banyak diziarahi orang. Di kemudian hari, seorang santri pesantren itu, yakni Nyai Subang Larang, dipersunting Prabu Siliwangi. Dari perkawinan ini lahirlah Kian Santang yang kelak menjadi penyebar Islam. Banyak warga Betawi yang menjadi pengikutnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement