REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Komisi Eropa menyetujui skema bantuan senilai 35,3 miliar euro untuk Italia. Dana itu akan digunakan utnuk meningkatkan produksi listrik tenaga terbarukan Italia.
Pada Selasa (4/6/2024), Komisi Eropa mengatakan skema bantuan itu akan dibiayai melalui pungutan yang dimasukkan ke dalam tagihan listrik dan dibayarkan oleh konsumen. Komisi Uni Eropa menambahkan skema ini juga akan membantu Italia mengurangi emisi karbon.
Subsidi yang akan berlangsung hingga 2028 akan membantu Italia membangun pembangkit listrik baru yang dioperasikan dengan teknologi inovatif, termasuk energi geotermal, pembangkit listrik tenaga angin di pesisir serta biogas dan biomassa. Pembangkit listrik baru yang akan dibangun diperkirakan menambah hampir 4 gigawatt (GW) kapasitas listrik energi terbarukan pada sistem listrik Italia.
"Dalam skema ini, bantuan akan dilakukan dengan kontrak dua arah untuk membedakan setiap kilowatt-jam listrik yang diproduksi dan dimasukkan ke dalam jaringan listrik, dan akan dibayarkan untuk durasi yang sama dengan masa manfaat pembangkit listrik," kata Uni Eropa dalam pernyataannya.
Komisi Eropa melanjutkan, proyek-proyek yang akan dijalankan terlebih dahulu diseleksi melalui proses lelang yang transparan dan tidak diskriminatif. Penerima manfaat akan melakukan lelang pada tarif insentif atau harga kesepakatan yang diperlukan untuk masing-masing proyek.
Tahun lalu, Italia menjadi importir listrik terbesar Eropa karena biaya produksi listrik di negara itu lebih tinggi dari rata-rata negara Eropa. Pada tahun 2023, rumah tangga dan bisnis di Italia merasakan dampak lonjakan dari tarif listrik sepanjang tahun. Lonjakan ini, yang mencapai rekor tertinggi, berasal dari gabungan faktor global yang mempengaruhi pasar energi.
Penyebab utama lonjakan harga listrik ini adalah kenaikan harga gas alam yang dramatis. Italia sangat bergantung pada gas alam untuk pembangkit listrik, dengan bahan bakar fosil menyumbang sekitar setengah dari produksinya.
Ketika harga gas global melonjak karena faktor-faktor seperti naiknya permintaan dan ketegangan geopolitik, biaya listrik pun akhirnya ikut naik.