Kamis 06 Jun 2024 17:19 WIB

Dirut BPJS Kesehatan Tegaskan Pelayanan JKN tidak Berubah

Regulasi implementasi KRIS dipastikan tidak mengurangi akses dan kualitas layanan JKN

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti meluncurkan dua buah buku. Buku pertama berjudul Roso Telo Dadi Duren, Biyen Gelo Saiki Keren: Catatan 10 Tahun Perjalanan BPJS Kesehatan dan kedua, berjudul Prinsip Dasar Sistem Jaminan Sosial dan Asuransi Kesehatan.
Foto: dok BPJS Kesehatan
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti meluncurkan dua buah buku. Buku pertama berjudul Roso Telo Dadi Duren, Biyen Gelo Saiki Keren: Catatan 10 Tahun Perjalanan BPJS Kesehatan dan kedua, berjudul Prinsip Dasar Sistem Jaminan Sosial dan Asuransi Kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti menegaskan bahwa tidak ada perubahan layanan di fasilitas kesehatan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penegasan ini disampaikan Ghufron dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IX DPR RI pada Kamis (6/6/2024).

Ghufron menjelaskan bahwa salah satu ketentuan yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 adalah tentang Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) di rumah sakit. Tujuan dari peraturan ini adalah untuk meningkatkan layanan dan kepuasan peserta JKN saat mengakses fasilitas kesehatan.

Baca Juga

"Berdasarkan Pasal 1 angka 4B dari Perpres 59 Tahun 2024, Kelas Rawat Inap Standar adalah standar minimum pelayanan rawat inap yang diterima oleh peserta. Pasal 46B lebih lanjut menjelaskan bahwa standarisasi fasilitas ruang perawatan harus memenuhi 12 kriteria yang telah ditetapkan, sehingga tidak ada lagi ketimpangan fasilitas bagi peserta BPJS. Nantinya akan ada peraturan turunan dari Peraturan Menteri Kesehatan yang akan mengatur lebih lanjut terkait penerapan KRIS," ujar Ghufron.

Selain itu, Ghufron menambahkan bahwa Perpres Nomor 59 Tahun 2024 juga mengatur tentang penjaminan kesehatan bagi pegawai yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dirinya mengatakan bahwa kini lebih jelas bagaimana prosedur dan ketentuan terkait penjaminan kesehatan untuk pekerja yang terkena PHK.

Public private partnership antara pihak swasta dan pemerintah itu harus jalan beriringan. Ghufron menyampaikan bahwa melalui Perpes ini menjadi wadah yang tepat untuk mengatur hal tersebut.

"Untuk memastikan implementasi KRIS berjalan dengan baik, sesuai dengan Pasal 103B, evaluasi bersama antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan BPJS Kesehatan akan dilakukan maksimal hingga bulan Juni 2025. Hasil evaluasi ini nanti akan menjadi pertimbangan untuk manfaat, tarif pembayaran pelayanan kesehatan, serta iuran," jelas Ghufron.

Ghufron menegaskan bahwa BPJS Kesehatan, sebagai penyelenggara Program JKN, akan menjalankan semua ketentuan yang berlaku dengan sebaik-baiknya. Ia mengungkapkan agar regulasi implementasi KRIS dipastikan tidak mengurangi akses dan kualitas layanan JKN.

Ghufron juga menjelaskan bahwa antrean di rumah sakit sekarang sudah menurun drastis, sehingga harapannya jangan sampai penerapan KRIS ini justru mempersulit pelayanan di rumah sakit.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Abdul Kadir, melaporkan hasil kunjungan jajaran Dewan Pengawas BPJS Kesehatan bersama stakeholder terkait. Hasil kunjungan tersebut antara lain, fasilitas kesehatan masih menunggu peraturan pelaksanaan KRIS, lalu pemahaman peserta JKN yang masih belum sama terkait kebijakan KRIS.

"Tidak hanya itu, masih terdapat kesulitan dalam pemenuhan 12 kriteria rumah sakit sesuai standar yang ditetapkan sesuai Perpres Nomor 59 Tahun 2024, terutama rumah sakit daerah dan rumah sakit swasta. Lalu temuan selanjutnya adalah potensi berkurangnya ketersediaan jumlah tempat tidur di rumah sakit, yang berdampak pada akses layanan rawat inap," ucap Kadir.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement