Jumat 07 Jun 2024 05:53 WIB

Putusan MA Batas Usia Cakada, DPRD DIY: Mirip Putusan 90 MK 

Menurutnya, putusan MA tersebut justru membuat ketidakpastian hukum.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Ilustrasi - Mahkamah Agung
Foto: abc
Ilustrasi - Mahkamah Agung

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto menyebut putusan Mahkamah Agung (MA) terkait batas minimal usia calon kepala daerah tidak sesuai dengan norma dan etika. Bahkan, menurutnya putusan tersebut merusak demokrasi. 

"Putusan MA tidak sesuai dengan norma dan etika, mirip seperti putusan 90 MK, ancam demokrasi dan kedaulatan rakyat," kata Eko, Rabu (5/6/2024). 

Menurutnya, putusan MA tersebut justru membuat ketidakpastian hukum. untuk itu, Eko meminta masyarakat aktif melakukan pengawalan dan mengingatkan para elite politik untuk mematuhi norma dan etika dalam kehidupan berbangsa. 

"Sama dengan putusan 90 MK, orang yang buat keputusan dinyatakan bersalah langgar etik berat dan telah dicopot dari Ketua MK, tapi putusan yang salah ini tidak dibatalkan juga atas nama hukum. Lalu hukum mana yang adil? Hukum substansi yang berkeadilan versus hukum prosedural," ucap Eko. 

Sebagai informasi, MA mengabulkan permohonan uji materiil Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda) terkait aturan batas minimal usia calon kepala daerah. Keputusan itu tertuang dalam Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 yang diputuskan oleh Majelis Hakim MA pada Rabu, 29 Mei 2024.

"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda)," demikian bunyi putusan sebagaimana yang dilansir dari laman resmi MA di Jakarta belum lama ini.

Dalam putusan tersebut, MA menyatakan bahwa Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU RI (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 tentang pencalonan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016.

MA pun menyatakan bahwa pasal dalam peraturan KPU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai "...berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pasangan calon terpilih."

Diketahui, pasal itu berbunyi bahwa Warga Negara Indonesia (WNI) dapat menjadi calon gubernur dan wakil gubernur dengan memenuhi persyaratan berusia paling rendah 30 tahun terhitung sejak penetapan pasangan calon. Dengan dikabulkannya permohonan Partai Garuda maka terdapat perubahan pada syarat batas minimal usia dan titik penghitungan usia calon.

Dalam pertimbangannya, MA berpendapat bahwa penghitungan usia bagi calon penyelenggara negara, termasuk calon kepala daerah harus dihitung sejak tanggal pelantikannya atau sesaat setelah berakhirnya status calon tersebut sebagai calon, baik sebagai calon pendaftar, pasangan calon maupun calon terpilih.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement