Senin 10 Jun 2024 06:04 WIB

Netanyahu Gagal di Gaza, Kabinet Perang Israel Pecah

Seorang brigadir jenderal Israel juga mengundurkan diri.

Masyarakat memprotes pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat aksi menyerukan pembebasan sandera yang ditahan di Jalur Gaza , di Tel Aviv, Israel, Sabtu, 8 Juni 2024.
Foto: AP/Ohad Zwigenberg
Masyarakat memprotes pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat aksi menyerukan pembebasan sandera yang ditahan di Jalur Gaza , di Tel Aviv, Israel, Sabtu, 8 Juni 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Politisi garis tengah Israel Benny Gantz mengundurkan diri dari kabinet perang Israel pada Ahad (9/6/2024 malam. Hal ini menambah tekanan pada Perdana Menteri untuk menyudahi serangan ke Jalur Gaza dan menyepakati gencatan senjata.

“Namun setelah delapan bulan pertempuran, kami harus menatap ke depan,” kata Gantz kepada wartawan dilansir media-media Israel. “Netanyahu tahu apa yang harus dia lakukan dan dia harus melakukannya.”

Baca Juga

Ia menyinggung harga mahal serangan ISrael ke Jalur Gaza. “Dalam perang ini, lebih dari 1.000 keluarga telah menanggung akibatnya dan ribuan tentara terluka di medan perang,” kata dia. “Ada keluarga yang kehilangan anak-anak tersayang dan orang-orang tersayang, termasuk pasangan saya, Gadi Eisenkot.”

Benny Gantz mengatakan Netanyahu gagal dalam perang melawan Hamas di Gaza. “Netanyahu menghalangi kita untuk mencapai kemenangan nyata. Itu sebabnya kami meninggalkan pemerintahan darurat hari ini dengan berat hati,” kata Gantz.

Pada awal agresi militer Israel, Netanyahu sesumbar tak perlu waktu lama menumpas pejuang Palestina di Gaza dan memulangkan sandera yang diambil para pejuang dalam serangan pada 7 Oktober lalu. 

Namun sembilan bulan berjalan, Brigade Izzuddin al-Qassam serta faksi-faksi bersenjata lainnya di Gaza masih terus melawan, menimbulkan kematian dan cidera pada tentara Israel. Meski empat sandera dibebaskan akhir pekan lalu, seratusan lainnya masih di tangan pejuang Palestina. 

Langkah brutal Israel di Gaza yang telah menewaskan sedikitnya 37 ribu orang juga membuat negara itu kian terasing di dunia Internasional. Belakangan, PBB memasukkan Israel dalam daftar hitam yang memalukan sebagai negara yang mengancam jiwa anak-anak. Sementara ekonomi Israel kian terpukul setelah sembilan bulang melakukan pembantaian di Gaza.

Dalam pernyataannya Gantz menyerukan pemilu dini selekasnya. “Harus ada pemilu yang pada akhirnya akan membentuk pemerintahan yang akan memenangkan kepercayaan rakyat dan mampu menghadapi tantangan”.

Demonstrasi menentang pemerintah Netanyahu yang marak belakangan di Israel, menurutnya hal yang penting namun harus sah, tambahnya. “Protes ini penting, namun harus dilakukan dengan cara yang sah dan tidak boleh mendorong kebencian. Kita bukanlah musuh satu sama lain. Musuh kita berada di luar perbatasan kami,” kata Gantz.

“Saya akan menjadi bagian dari pemerintahan persatuan nasional yang mencakup semua partai berhaluan tengah dan hanya pilihan itu yang memungkinkan kita menghadapi semua tantangan yang ada di hadapan kita, bahkan di bawah Netanyahu. Seperti saya katakan, yang kita butuhkan adalah persatuan yang sejati dan sejati, bukan persatuan yang parsial.”

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengeluarkan pernyataan singkat yang menyerukan Benny Gantz untuk tidak “meninggalkan garis depan” setelah dia mengumumkan pengunduran dirinya dari pemerintahan darurat. “Benny, ini bukan waktunya untuk meninggalkan pertempuran – ini saatnya untuk bergabung,” kata Netanyahu.

Kepergian Gantz diperkirakan tidak akan menjatuhkan pemerintah, sebuah koalisi yang terdiri dari partai-partai keagamaan dan ultra-nasionalis, namun ini menandai pukulan politik pertama bagi Netanyahu setelah delapan bulan perang di Gaza.

Selain Gantz, komandan divisi Gaza tentara Israel juga mengundurkan diri. Brigadir Jenderal Avi Rosenfeld adalah komandan tempur militer Israel pertama yang mengundurkan diri sejak 7 Oktober, the Times of Israel melaporkan.

photo
Benny Gantz, berbicara selama pertemuan dengan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin di Pentagon, Kamis, 9 Desember 2021, di Washington. Menteri - (AP/Manuel Balce Ceneta)

Dalam surat pengunduran dirinya, ia menulis bahwa ia gagal dalam misinya melindungi warga sipil Israel di kota-kota dan desa-desa sepanjang Gaza. “Saya bermaksud untuk terus mengambil bagian dalam penyelidikan dan mengambil pelajaran, melakukan segalanya agar apa yang terjadi pada 7 Oktober tidak terjadi lagi di masa depan,” kata Rosenfeld.

Surat kabar itu mengatakan Rosenfeld adalah perwira senior kedua di angkatan bersenjata yang mengundurkan diri akibat serangan Hamas, setelah kepala Direktorat Intelijen Militer mengumumkan ia mengundurkan diri pada April.

Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Israel Itamar Ben-Gvir langsung meminta kursi Benny Gantz yang sekarang kosong di kabinet perang segera setelah pengunduran dirinya diumumkan. “Saya telah mengeluarkan permintaan kepada perdana menteri … untuk bergabung dengan kabinet perang,” kata Ben-Gvir dalam surat yang diposting di X.

Kekuatan Yahudi ultranasionalis, yang dipimpin oleh Ben-Gvir, memegang enam kursi di parlemen. Keberadaan Ben-Gvir di kabinet bisa membuat warga Gaza kian menderita. Ia selama ini mendorong pemusnahan Gaza dan pengusiran warganya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement