Senin 10 Jun 2024 12:08 WIB

Alasan Mencari Rezeki Harus dengan Cara Halal

Mencari rezeki harus sesuai dengan aturan.

Rongeng monyet mengais rezeki di tengah kepadatan lalu lintas.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Rongeng monyet mengais rezeki di tengah kepadatan lalu lintas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jangan sembarangan mencari rezeki. Segala yang dilakukan harus sesuai aturan, baik agama maupun pemerintah. Dengan begitu, hasil yang didapat, tidak didasarkan pada kesedihan dan penderitaan orang lain.

Dalam konteks Islam, rezeki yang didapat harus memenuhi unsur halal. Istilah halal merujuk pada segala sesuatu yang diperbolehkan dan tidak melanggar syariat. Usaha sendiri mengacu pada upaya individu untuk bekerja atau berbisnis tanpa bergantung pada orang lain secara berlebihan.

Baca Juga

Dalam hadis dijelaskan:

وَعَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ:قَالَ رَسُولُ اللهِ:لأَنْ يَحْتَطِبَ اَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌلَهُ مِنْ اَنْ يَسْأَلَ اَحَدًا فَيُعْطِيَهُ اَو يَمْنَعَهُ.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya, seorang dari kalian pergi mencari kayu bakar yang dipikul di atas pundaknya itu lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik diberi atau tidak. (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i).

Hadis ini mengandung makna mendalam mengenai pentingnya bekerja keras dan mencari nafkah dengan usaha sendiri, serta menjauhkan diri dari perilaku meminta-minta. Melalui hadis ini, umat Muslim diajarkan untuk menghargai usaha mandiri dan integritas dalam mencari nafkah.

Seperti halnya kisah Nabi Daud yang dijelaskan dalam salah satu hadis bahwa beliau tidak mau memakan sesuatu kecuali dari hasil usahanya sendiri.

Berikut bunyi hadisnya:

عَنْ اَبِى هُرَيْرَة َو عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ: كَانَ دَاوُدُ عَلَيْهِ السَّلامُ لاَيَأْكُلُ اِلاَّ مِنْ عَمَلِ يَدِه

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Adalah Nabi Daud tidak makan, melainkan dari hasil usahanya sendiri.” (HR Bukhari).

Oleh karena itu, nafkah yang diperoleh harus dengan cara yang halal, yakni tidak melanggar hukum-hukum syariat dan tidak merugikan orang lain. Misalnya menghindari praktik-praktik seperti riba, korupsi, penipuan, dan segala bentuk bisnis yang haram adalah suatu keharusan bagi seorang Muslim.

Setiap nafkah yang dihasilkan dengan cara-cara yang halal akan membawa dampak yang baik bagi kehidupan seseorang. Begitupun sebaliknya, nafkah yang diperoleh dengan cara yang haram akan membawa dampak buruk, baik di dunia maupun di akhirat.

sumber : Republika
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement