REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan penarikan dana Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengalihkan dana simpanannya dari Bank Syariah Indonesia (BSI) menjadi perbincangan hangat pada pekan lalu. Berbagai asumsi perihal alasan penarikan dana tersebut pun timbul.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan, hal itu merupakan persoalan biasa yang dilakukan oleh nasabah atas dana yang disimpan di suatu bank.
"Terkait penarikan dana yang dilakukan Amal Usaha Muhamadiyah (AUM) yang kalau dilihat sebetulnya secara normatif, kita lihat orang menyimpan dan menarik adalah suatu fenomena biasa," ujarnya dalam Konferensi Pers RDK Bulan Mei 2024 yang diikuti secara daring, Senin (10/6/2024).
OJK, lanjut Dian, hanya memastikan agar bank senantiasa memenuhi kebutuhan nasabah serta menjaga penerapan manajemen risiko tetap dipertahankan sesuai SE OJK Nomor 25/SEOJK.03/2023 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Menurut Dian, bila melihat kondisi saat ini, BSI masih sangat likuid, sehingga tidak ada isu yang perlu dikhawatirkan dengan adanya masalah penarikan dana ini.
"Kalau kita melihat kondisi saat ini, BSI masih sangat likuid dan tidak perlu ada isu yang perlu dikhawatirkan. Kalau misalnya terkait dengan isu yang berkembang mengenai masalah hubungan BSI dan nasabah dan AUM Muhammadiyah di luar konteks kita, ini jadi tugas manajemen dan pemegang saham pengendali buat profiling dan melakukan komunikasi lebih intens," tutur Dian.
Menilik laporan keuangan dalam empat bulan pertama di 2024, BSI menunjukan kinerja yang solid. Group Head Investor Relations BSI Rizky Budinanda mengungkapkan berdasarkan publikasi laporan keuangan bulanan, sampai dengan April 2024 pertumbuhan laba sebesar 15,05 persen yoy menjadi Rp 2,24 triliun (unaudited) yang didorong oleh pembiayaan yang tumbuh secara dobel digit sebesar 18 persen yoy menjadi Rp 251,6 triliun dan kualitas yang terjaga dengan NPF Net di 0,57 persen.
Selain dari sisi pembiayaan, Fee Based Income juga mengalami pertumbuhan yang signifikan hingga 30 persen yoy terutama didorong oleh transaksi melalui e-channel maupun treasury. Adapun total Dana Pihak Ketiga (DPK) BSI juga naik sekitar 9,41 persen menjadi Rp 293,25 triliun di periode yang sama. Kenaikan tersebut didoromg dengan pertumbuhan CASA yang meningkat menjadi 61,21 persen yang ditopang oleh naiknya tabungan wadiah, sehingga turut menjaga Cost of Fund (CoF) relatively flat secara bulanan.
Sementara pada aspek beban operasional, BSI terlihat turun 0,63 persen yoy dan cost to income ratio membaik ke level 47,51 dibanding posisi bulan Maret 2024. Tak hanya itu, saat ini jumlah investor institusi asing di komposisi kepemilikan saham BSI juga naik menjadi 53 persen per posisi April 2024 dibandingkan posisi April 2023 yang sebesar 44,3 persen.
Oleh karenanya, Dian meminta agar bank dalam hal ini BSI dan nasabah dapat berkomunikasi dengan baik, mengingat porsi bank syariah di Indonesia saat ini masih kecil sekitar 7-8 persen. Oleh karenanya, OJK berharap adanya bank syariah lain yang bisa menyamai BSI untuk menciptakan persaingan yang sehat
"Harus ada bank syariah dua atau tiga yang ukuran lebih besar atau sama dengan BSI. Agar tidak ada satu bank syariah dominan sehingga kita bisa menciptakan persaingan bank syariah yang sehat. Kalau sendirian jadi tidak bagus, contohnya dengan adanya masalah seperti ini (penarikan dana Muhammadiyah dari BSI) menjadi sorotan," tuturnya.
Pakar ekonomi syariah M Gunawan Yasni menilai surat edaran dari PP Muhammadiyah adalah implikasi ketidakpuasan unit-unit Muhammadiyah di daerah sejak beberapa waktu lalu. Musibah TI pada pertengahan tahun lalu membuat masyarakat termasuk Muhammadiyah mempertanyakan security core banking BSI.
"Sangat wajar jika Buya Anwar Abbas selaku salah satu petinggi di PP Muhammadiyah dan juga Wakil Ketua MUI menjelaskan bahwa logika Muhammadiyah menarik dananya dari BSI adalah upaya menyebarkan penempatan DPKnya di bank-bank syariah mana saja, tidak hanya BSI, untuk memitigasi bermacam risiko keuangan unsistematis maupun sistematis yang bisa timbul jika hanya menempatkan sebagian besar dananya di satu bank syariah saja," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas menegaskan bahwa Muhammadiyah punya komitmen yang tinggi untuk mendukung perbankan syariah. Fakta yang ada menunjukkan bahwa penempatan dana muhammadiyah terlalu banyak berada di BSI, sehingga secara bisnis dapat menimbulkan resiko konsentrasi (concentration risk), sementara di bank-bank syariah lain masih sedikit sehingga bank-bank syariah lain tersebut tidak bisa berkompetisi dengan margin yang ditawarkan oleh BSI baik dalam hal yang berhubungan dengan penempatan dana maupun pembiayaan.
"Bila hal ini terus berlangsung maka tentu persaingan diantara perbankan syariah yang ada tidak akan sehat dan itu tentu jelas tidak kita inginkan," ujar Anwar dalam keterangan, Kamis (6/6/2024) pekan lalu.
Sementara Corporate Secretary BSI Wisnu Sunandar mengatakan bahwa perseroan akan terus berusaha memberikan pelayanan terbaik dan berkontribusi dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.
"Terkait pengalihan dana oleh PP Muhammadiyah, BSI berkomitmen untuk terus menjadi mitra strategis dan siap berkolaborasi dengan seluruh stakeholder dalam upaya mengembangkan berbagai sektor ekonomi umat. Terlebih bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang merupakan tulang punggung ekonomi bangsa," tutur Wisnu.