REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Popularitas tato telah meningkat selama beberapa dekade terakhir, di mana banyak anak muda Indonesia memiliki setidaknya satu tato permanen di tubuhnya. Namun, sebuah penelitian terbaru menunjukkan tato dapat meningkatkan kemungkinan terkena limfoma ganas yaitu kanker darah yang berpotensi mematikan.
Dipublikasikan dalam jurnal Clinical Medicine, para peneliti Swedia menemukan orang yang memiliki tato memiliki risiko 21 persen lebih tinggi untuk didiagnosis dengan limfoma dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki tato. Hubungannya sangat kuat untuk dua subtipe limfoma yang paling umum yaitu limfoma sel B besar yang menyebar dan limfoma folikuler.
"Kami belum tahu mengapa hal ini terjadi. Kami hanya bisa berspekulasi bahwa tato, berapapun ukurannya, memicu peradangan ringan di dalam tubuh, yang pada gilirannya dapat memicu kanker. Dengan demikian, gambarannya lebih kompleks daripada yang kami duga sebelumnya,” kata pemimpin studi Christel Nielsen, seorang peneliti di Lund University, seperti dilansir Study Finds, Selasa (11/6/2024).
Studi ini juga menemukan bahwa orang-orang yang mendapatkan tato pertama mereka kurang dari dua tahun sebelum diagnosis limfoma, memiliki risiko kanker darah 81 persen lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak bertato. Lalu mereka yang mendapatkan tato pertama 11 tahun atau lebih sebelum didiagnosis juga memiliki risiko limfoma 19 persen lebih tinggi.
“Menjalani penghapusan tato dengan laser tampaknya secara substansial meningkatkan risiko limfoma hampir tiga kali lipat, meskipun hal ini didasarkan pada jumlah yang kecil,” kata Nielsen.
Lantas mengapa tato berbahaya bagi tubuh? Para peneliti menunjukkan fakta bahwa banyak tinta tato mengandung bahan kimia karsinogenik seperti hidrokarbon aromatik polisiklik, amina aromatik, dan logam. Selama proses pembuatan tato, senyawa-senyawa ini disuntikkan ke dalam kulit dan sel-sel sistem kekebalan tubuh membawanya ke kelenjar getah bening-tempat timbulnya limfoma.
Nielsen mengatakan nanopartikel ini dapat bertahan dan terakumulasi dalam jangka panjang di kelenjar getah bening, yang berpotensi mendorong perkembangan kanker melalui kerusakan DNA dan peradangan kronis selama bertahun-tahun. "Kita sudah tahu bahwa ketika tinta tato disuntikkan ke dalam kulit, tubuh menafsirkannya sebagai sesuatu yang asing yang seharusnya tidak ada di sana dan sistem kekebalan tubuh pun diaktifkan. Sebagian besar tinta diangkut menjauh dari kulit, ke kelenjar getah bening di mana ia disimpan,” kata dia