Selasa 11 Jun 2024 14:36 WIB

Ini Keutamaan Akal Manusia Menurut Islam

Dengan menggunakan akal, manusia dapat beriman dan beribadah kepada Allah.

Akal, orang berakal (ilustrasi)
Foto: pxhere
Akal, orang berakal (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Allah SWT telah menetapkan bahwa manusia adalah khalifah-Nya di muka bumi. Dalam menjalankan tugas itu, setiap insan dibekali dengan akal. Keberadaan pikiran rasional juga membedakannya dari makhluk-makhluk lain, semisal hewan yang hanya mengandalkan insting dan hawa nafsu.

Tentang akal, Nabi Muhammad SAW bersabda, seperti diriwayatkan at-Tirmidzi, “Tidak ada yang lebih mulia dari makhluk-makhluk ciptaan Allah selain akal.” Dengan demikian, Islam bukanlah agama yang mematikan akal. Nalar yang sehat justru dapat menjadi jalan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah, alih-alih bersikap kufur dan ingkar.

Baca Juga

Sarana berpikir

Dalam Alquran, terdapat lebih dari 700 ayat yang menyuruh manusia untuk merenungi penciptaan alam semesta. Perenungan demikian mustahil dilakukan tanpa adanya akal pikiran.

Nalar juga menjadi syarat dalam mempelajari semua ilmu. Dan, Islam tidak mungkin diamalkan tanpa seseorang berilmu. Karena itu, pemikiran yang ideal adalah ketika akal terhubung dengan cahaya iman serta dorongan untuk terus menerus meningkatkan ketakwaan.

Instrumen pembeda

“Dan Kami lebihkan mereka (manusia) di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna” (QS al-Isra: 70). Menurut tafsir para ulama, yang dimaksud dengan kelebihan dalam ayat tersebut, antara lain, adalah kemampuan berpikir. Itulah yang menjadi pembeda manusia.

Namun, kedudukan insan bisa jadi lebih rendah daripada makhluk nirakal bila hawa nafsunya tak terkendali. Terlebih lagi bagi orang-orang yang enggan menerima kebenaran. Dalam surah al-A’raf ayat 179, Allah mengibaratkan penduduk neraka jahanam sebagai hewan ternak atau bahkan lebih rendah lagi. Sebab, mereka tidak menggunakan hati, mata, dan telinga untuk memahami risalah Islam.

Syarat amalkan syariat

Dengan akal, seorang Muslim dapat mengamalkan syariat dan beribadah. Bila seseorang kehilangan nalar sehatnya, semisal mereka yang mengidap gangguan kejiwaan, maka tidaklah ia menerima beban syariat. “Pena diangkat (dibebaskan) dari tiga golongan, (yakni) orang yang tidur sampai ia bangun; anak kecil sampai bermimpi (baligh); dan orang gila sampai ia kembali sadar (berakal),” sabda Nabi SAW.

Beliau juga berpesan, “Hendaknya engkau mendekatkan dirimu kepada-Nya dengan akalmu.” Maka bersyukurlah kita yang masih dikaruniai akal pikiran dan hati yang dipenuhi keimanan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement