REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Media sosial (media) diramaikan dengan empat remaja putri mengolok-olok anak-anak Palestina yang menjadi korban kejahatan Zionis Israel. Para remaja putri tersebut di sebuah restoran cepat saji sambi makan secara bergantian mengatakan, "Ini tulang anak Palestina, ini darah anak Palestina, ini daging anak Palestina." Kemudian mereka tertawa menganggap semuanya lucu.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Pimpinan Wilayah (PW) Pemuda Persatuan Islam (Persis) DKI Jakarta, Ustaz Ahmad Zuhdi mempertanyakan pendidikan seperti apa yang didapatkan para remaja itu di rumahnya, sekolahnya dan lingkungannya. Karena apa yang mereka sampaikan dan ucapkan itu tidak terlepas dari proses interaksi mereka di lingkungannya seperti di rumah dan sekolah.
"Karena yang mereka sampaikan itu tidak alami, tidak muncul secara tiba-tiba, pastinya terbentuk melalui proses pendidikan, baik pendidikan formal, informal maupun non formal, maka kita patut mempertanyakan pendidikan apa yang mereka dapatkan sampai mengatakan seperti itu," kata Ustaz Zuhdi kepada Republika, Rabu (12/6/2024).
Ustaz Zuhdi mengatakan, kecenderungan sekolah mereka seperti apa terhadap konflik Palestina dan Israel. Lingkungan keluarga mereka seperti apa hingga mereka hilang empati.
Karena yang para remaja itu sampaikan terbentuk melalui suatu proses komunikasi yang tidak tiba-tiba. Pasti mereka mendapatkan asupan informasi yang mendiskreditkan bangsa Palestina.
"Ini menjadi catatan penting bahwa orang tua penting untuk mendidik anak dengan agama sejak usia dini karena agama ini menjadi modalitas dan menjadi bekal untuk kesiapan, untuk kematangan dia di masa-masa mendatang," ujar Ustaz Zuhdi.
Pendidikan agama dan kemanusiaan menghadirkan rasa simpati dan empati. Maka jangan salahkan ketika anaknya tumbuh menjadi anak-anak yang tidak bermoral dan anak-anak yang bersikap barbar jika tidak diajari nilai-niali agama sejak dini.
"Jika anak-anak tidak bermoral, tidak punya simpati dan empati, kerugiannya dirasakan masyarakat sekitarnya, bahkan bisa jadi orang tua menjadi korban anaknya sendiri, karena itulah Allah mengingatkan bahwa anak-anak itu bisa menjadi fitnah dan bisa menjadi ujian," jelas Sekretaris Bidang Kerukunan Umat Beragama Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia (DDII).
Ustaz Zuhdi mengingatkan, selain di luar negeri juga melihat di Indonesia, seorang anak membunuh orang tuanya. Anak-anak melakukan perbuatan aniaya terhadap ayah atau ibunya. Maka patut dipertanyakan, pendidikan seperti apa yang sudah diberikan kepada anak-anak itu.
"Pendidikan itu jangan hanya bersifat terhadap materi tetapi juga harus berujung terhadap pembentukan karakter," kata Ustaz Zuhdi.
Ustaz Zuhdi menambahkan, pendidikan akhlak kepada anak sangat penting. Sama pentingnya pendidikan agama, aqidah, tauhid dan keimanan untuk anak.
Tahapan perkembangan anak adalah usia 0-7 tahun, usia 7-14 tahun, dan usia 14-21 tahun. Usia 7-14 tahun adalah masa transisi menuju masa dewasa. Akan buruk dampaknya jika di masa transisi akhlak si anak menunjukan kecenderungan yang tidak baik.
Di masa transisi itulah orang tua harus meningkatkan pengawasan kepada anaknya dengan meningkatkan simpati dan empati terhadap bangsa Palestina. Karena tidak ada yang memungkiri dan tidak ada yang menafikan, jangankan berbicara agama, berbicara atas dasar kemanusiaan saja, kekejaman Israel tidak bisa diterima.
Remaja yang mengolok-olok anak-anak Palestina yang menjadi korban kekejaman Israel, menurut Ustaz Zuhdi, seharusnya mereka diajari bagaimana bersyukur sejak kecil. Supaya bisa bersyukur saat makan, bukan mengolok-olok yang menjadi korban kejahatan Israel yang nyata.
"Coba bayangkan orang-orang yang tidak bisa makan sampai dia kelaparan sampai meninggal, contoh lain kasus di Afrika, orang-orang di Afrika sampai krisis pangan dan air sampai mati kelaparan, itulah contoh-contoh yang harus diberikan sehingga timbul kepekaan," kata Ustaz Zuhdi.
Ustaz Zuhdi menegaskan, kalau anak sudah tidak punya kepekaan itu yang harus diwaspadai orang tuanya sendiri. Sebab orang tuanya sendiri bisa menjadi korban dari ketidakpekaan anak terhadap kondisi sekitarnya.