REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung merampungkan berkas penyidikan 10 tersangka korupsi penambangan timah ilegal di lokasi izin pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan, berkas 10 tersangka tersebut akan dilimpahkan ke jaksa penuntut umum (JPU), Kamis (13/6/2024).
Harli mengatakan, pelimpahan berkas perkara tersebut akan dilakukan di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) pada Kamis (13/6/2024). "Tahap dua pelimpahan 10 orang tersangka dan barang bukti perkara timah akan dilakukan di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel), besok," kata Harli dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (12/6/2024).
Harli menerangkan, pelimpahan tahap dua berkas perkara 10 tersangka korupsi timah tersebut merupakan gelombang kedua. Pada Selasa (4/6/2024), penyidik Jampidsus juga melimpahkan berkas perkara dua tersangka, yakni Tamron (TN) alias Aon, dan Achmad Albani (AA) ke Kejari Jaksel.
Pelimpahan oleh penyidik kepada JPU tersebut, sebagai proses penyusunan dakwaan, sebelum para tersangka diajukan ke persidangan sebagai terdakwa. Namun Harli belum mau menyebutkan 10 tersangka yang akan dilimpahkan berkas perkaranya ke JPU itu. "Konfrensi pers akan dilaksanakan Kamis," ujar Harli.
Dalam penyidikan korupsi timah, Jampidsus Kejagung menetapkan 22 orang sebagai tersangka. Selain Tamron dan Achmad Albani, beberapa nama tersangka lainnya dari kalangan swasta adalah Harvey Moeis (HM) yang merupakan suami dari aktris Sandra Dewi (SD), juga Helena Lim (HLM). Adapun tersangka lainnya dari kalangan penyelenggara negara selaku direksi PT Timah Tbk maupun dari pejabat di Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Bangka Belitung.
Kepala Kejari Jaksel Haryoko Ari Prabowo menyampaikan, pelimpahan berkas perkara korupsi timah dengan pertimbangan masa penahanan selama penyidikan. Menurut dia, sementara ini, dari seluruh berkas perkara para tersangka korupsi yang merugikan negara Rp 300 triliun itu dilakukan terpisah.
Namun untuk berkas pendakwaan belum ditentukan. "Untuk pemberkasannya sementara ini dilakukan splitzing (pemisahan berkas). Dan untuk pendakwaan, nanti kita masih diskusikan apakah ada yang dijadikan satu dakwaan, atau dilakukan masing-masing," ujar Prabowo saat dihubungi.