Kamis 13 Jun 2024 13:07 WIB

BRIN Sebut Ekosistem Kendaraan Listrik RI Belum Memadai

Kendaraan listrik sejauh ini lebih cenderung dipakai untuk wilayah perkotaan.

Mobil listrik Vietnam VinFast dipamerkan dalam Indonesian International Motor Show (IIMS) 2024 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (15/2/2024).
Foto: Dok Republika
Mobil listrik Vietnam VinFast dipamerkan dalam Indonesian International Motor Show (IIMS) 2024 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (15/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memandang ekosistem kendaraan listrik di dunia termasuk Indonesia saat ini belum matang karena keterbatasan teknologi. Kendala terbesar adalah baterai yang belum mapan dalam menyimpan listrik dan relatif cepat rusak bila dibandingkan usia pakai mobil itu sendiri.

"Masa pengecasan terlalu lama, sehingga untuk saat ini kendaraan listrik masih menjadi opsi bagi segmen tertentu yang memang sudah bisa dan siap dengan kendaraan listrik, misalnya orang-orang yang punya rumah tapak," kata Handoko di Jakarta, Rabu (12/6/2024).

Bagi konsumen yang memiliki rumah tapak, mereka dapat mengisi ulang baterai dengan lebih leluasa kapan saja. Sedangkan, pemilik kendaraan listrik yang menetap di apartemen akan kesulitan dalam mengecas baterai.

Selain itu, kendaraan listrik sejauh ini lebih cenderung dipakai untuk wilayah perkotaan bukan untuk mobilisasi jarak jauh. Handoko mencontohkan, di Amerika Serikat, masalah-masalah itu juga sama terjadi. Penduduk yang berada di sub-area dan harus pulang-pergi menempuh jarak yang cukup jauh belum bisa memaksimalkan kendaraan listrik. "Praktis (kendaraan listrik) masih di level secondary car," ucapnya.

Lebih lanjut Handoko mengungkapkan masalah kendaraan listrik selanjutnya yang masih belum terpecahkan adalah mekanisme model bisnis kendaraan listrik bekas.

Di luar negeri, orang-orang memakai mobil dengan siklus 10 tahun dan sebagai besar dibuang bila sudah melewati siklus tersebut. Namun, di Indonesia siklus satu dekade umur kendaraan tidak berlaku dan kendaraan bekas masih memiliki nilai yang tinggi.

Dalam kasus kendaraan listrik, notabene harga terbesar ada pada baterai. Bila mobil berbahan bakar minyak masih berjaya, maka harga kendaraan listrik bekas justru jatuh. Situasi begini dapat menimbulkan berbagai persepsi bagi para pemilik kendaraan listrik tentang harga jual kendaraan listrik mereka.

"Itu akan menimbulkan back fire yang kurang bagus untuk perkembangan mobil listrik. Kita harus cepat menciptakan mekanisme untuk antisipasi karena kendaraan listrik baru beberapa tahun, tahun kedelapan, dan tahun kesepuluh masalah ini pasti muncul," kata Handoko.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement