REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, umat Islam di berbagai belahan dunia yang tidak melaksanakan ibadah haji akan melaksanakan puasa sunah Arafah. Puasa tersebut lazim dilakukan ketika jamaah haji sedang melaksanakan wukuf di Arafah.
Permasalahannya, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi menetapkan 10 Dzulhijjah yang merupakan hari raya Idul Adha 1445 pada tanggal 16 Juni 2024. Sementara, Kementerian Agama RI bersama dua ormas terbesar di Indonesia yakni PBNU dan Muhammadiyah memutuskan Idul Adha serentak pada 17 Juni 2024.
Umat Islam di Indonesia pun akan melakukan puasa sunah Arafah pada 16 Juni yang bertepatan dengan hari raya Idul Adha di Arab Saudi. Pertanyaan yang kerap berulang tengah publik adalah bukankah seharusnya umat Islam berpuasa Arafah saat jamaah haji melaksanakan wukuf? Bukankah jika kita berpuasa sesuai dengan keputusan sidang isbat di Indonesia maka akan bertepatan dengan hari raya Idul Adha di Arab Saudi? Sebagaimana diketahui, seperti pada hari Idul Fitri, hari raya Idul Adha merupakan hari dimana Rasulullah SAW melarang umatnya untuk berpuasa.
Dari bekas budak Ibnu Azhar, dia mengatakan bahwa dia pernah menghadiri shalat ‘ied bersama ‘Umar bin Al Khaththab radhiyallahu 'anhu. ‘Umar pun mengatakan,
هذان يومان نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن صيامهما: يوم فطركم من صيامكم، واليوم الآخر تأكلون فيه من نُسُكِكُم.
“Dua hari ini adalah hari yang Rasulullah SAW larang untuk berpuasa di dalamnya yaitu Idul Fithri, hari di mana kalian berbuka dari puasa kalian. Begitu pula beliau melarang berpuasa pada hari lainnya, yaitu Idul Adha di mana kalian memakan hasil sesembelihan kalian.” (HR. Bukhari, no. 1990 dan Muslim, no. 1137).
Dalam opininya di Republika pada 30 Juni 2022 lalu, Ustaz Hasan Yazid Al Palimbangy mengungkapkan, Hari Arafah adalah hari di mana semua jamaah haji melakukan puncak ritual haji dengan melakukan wukuf di Arafah, inilah yang dimaksud oleh Rasulullah SAW bahwa ‘Al-Hajju Arafah’ Haji itu Arafah.
Hari Arafah itu bertepatan dengan tanggal 9 Dzulhijjah. Karena itu, Ustaz Hasan Yazid menjelaskan, wukuf di Arafah itu harus bertepatan dengan dua hal; waktu dan tempat. Waktunya pada tangal 9 Dzulhijjah, dan tempatnya adalah di Arafah.
Sementara itu, puasa Arafah adalah puasa sunah yang dilakukan oleh mereka yang tidak sedang melaksanakan wukuf di mana waktunya bertepatan dengan tanggal 9 Dzulhijjah, waktu di mana mereka yang sedang menunaikan ibadah haji melaksanakan wukuf di Arafah.
Jadi ada titik temu antara dua jenis ibadah ini (wukuf dan puasa) yaitu waktunya bertepatan dengan tanggal 9 Dzulhijjah. Menurut dia, dua ibadah ini tidak saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Ibadah wukuf akan tetap sah walaupun orang-orang di luar Makkah sana tidak sedang melaksanakan ibadah puasa. Sebaliknya ibadah puasa sunah tanggal 9 itu tetap sah walaupun orang yang sedang berhaji itu tidak wukuf.
Jadi sekali lagi puasa Arafah bukan karena mereka wukuf, tapi puasa itu dilakukan karena ia bertepatan dengan tanggal 9 Dzulhijjah. Sebaliknya, wukuf itu dilakukan bukan karena orang di luar sana puasa, tapi karena ia bertepatan dengan tanggal 9 Dzulhijjah mengingat standar ibadah kita adalah waktu.
Ketika Nabi Muhammad SAW puasa tanggal 9 Dzulhijjah ternyata belum ada umat Islam yang wukuf di Arafah. Sebab ibadah haji baru terlaksana di tahun ke-10 hijriyah. Sementara itu, puasa 9 Dzulhijjah sudah disyariatkan sejak tahun ke-2 hijriyah menurut sebagian riwayat. Jadi beliau SAW bukan puasa Arafah, tetapi puasa 9 Dzulhijjah.
Bagaimana menentukan 9 Dzulhijjah?