REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menyoroti wacana dari pemerintah ihwal dimasukkannya para korban judi daring (online) ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Bila rencana ini diwujudkan, mereka dapat menerima bantuan sosial (bansos). Menurut peneliti IDEAS Muhammad Anwar, langkah tersebut tidak tepat sama sekali.
"Seharusnya, yang layak mendapat bansos tersebut adalah guru, terutama guru yang berstatus honorer," kata Anwar melalui pesan tertulis kepada Republika, Jumat (14/6/2024).
Berdasarkan temuan survei IDEAS dan GREAT Edunesia, masih banyak guru yang tidak pernah mendapatkan bansos dari negara. Padahal, pendapatan mereka semakin tergerus oleh inflasi atau kenaikan harga barang-barang dari waktu ke waktu.
"Survei kami pada bulan Mei lalu menunjukan, sebanyak 63,2 persen guru mengaku tidak pernah mendapatkan bansos dalam bentuk apa pun, baik dari pemerintah pusat, daerah maupun lembaga sosial," ujar Anwar
Ia menambahkan, hanya 36,7 persen guru mengaku pernah mendapatkan bansos. Itu pun tidak semuanya berasal dari pemerintah.
"Sebanyak 35,5 persen bansos berasal dari pemerintah pusat, sedangkan 33,7 persen dari pemerintah daerah. Selebihnya, bansos yang didapatkan guru berasal dari lembaga amil zakat (14,2 persen), Baznas (10,1 persen), masjid (4,7 persen), dan lembaga lain (0,5 persen)," ucap Anwar menjelaskan.
Karena itu, guru-guru terutama yang berstatus honorer lebih layak untuk mendapatkan bansos daripada "korban" judi online. Dari survei yang dilakukannya, tampak tekad mengajar yang kuat dari mereka yang kerap secara getir didaulat "pahlawan tanpa jasa" ini.
"Kami melihat, tekad guru Indonesia sangat membanggakan. Ini terbaca dari 93,5 persen guru berkeinginan untuk tetap mengabdi dan memberikan ilmu sebagai guru hingga masa pensiun," ujar Anwar.
Ia mengingatkan, penyebutan "korban" untuk mereka yang terjerat judi online patut dikritisi. Sebab, banyak di antaranya yang terjerumus karena ulah mereka sendiri, terutama nafsu untuk mengejar dana segar dalam jumlah besar dan secara instan. Sementara itu, guru-guru berjuang di lapangan untuk mencerdaskan generasi bangsa.
"Dalam survei yang sama kami menemukan bahwa sebanyak 42 persen guru memiliki penghasilan di bawah Rp 2 juta per bulan dan sebanyak 13 persen di antaranya berpenghasilan di bawah Rp 500 ribu per bulan. Hemat kami, guru-guru ini sangat layak untuk menerima bansos," ujarnya.
Survei yang dilakukan IDEAS bersama GREAT Edunesia tersebut dilakukan terhadap 403 responden guru di 25 provinsi. Komposisinya tersebar di Pulau Jawa sebanyak 291 orang dan luar Jawa sebanyak 112 orang. Responden terdiri atas 123 orang berstatus sebagai guru pegawai negeri sipil (PNS), 118 guru tetap yayasan, 117 guru honorer atau kontrak dan 45 guru PPPK.
Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menegaskan praktik judi baik secara langsung maupun online, dapat memiskinkan masyarakat. Sejumlah upaya dilakukan pemerintah untuk memberantas judi online, termasuk memasukkan mereka sebagai penerima bantuan sosial.
“Ya termasuk banyak yang menjadi miskin, itu menjadi tanggung jawab dari Kemenko PMK,” kata Menko Muhadjir Effendy ketika ditanya mengenai dampak judi online di Istana Kepresidenan, Jakarta, dikutip Jumat (14/6/2024).
Dalam upaya penanganan judi online, kata dia, Kemenko PMK telah banyak mengadakan advokasi bagi korban judi online. Termasuk, memasukkan nama mereka ke dalam DPKS sebagai penerima bantuan sosial.
“Kemudian mereka yang mengalami gangguan psikososial, kita minta Kementerian Sosial (Kemensos) untuk turun melakukan pembinaan dan memberi arahan,” kata Menko Muhadjir Effendy.