Sabtu 15 Jun 2024 17:00 WIB

Efek Aparat Terlibat Judi Online Bermunculan, Pengamat: Akibat Lama Dibiarkan

Mencuatnya atensi terhadap kasus aparat terlibat judi online terkesan terlambat.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Israr Itah
Warga mengakses situs judi online melalui gawainya (ilustrasi).
Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Warga mengakses situs judi online melalui gawainya (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengamati fenomena aparat terlibat sebagai pelaku judi online. Menurutnya, banyaknya aparat yang menjadi pelaku judi online karena terlanjur dibiarkan.

Baru-baru ini, oknum tentara Letda Rasid menggelapkan dana kesatuan sebesar Rp 876 juta untuk judi online. Letda R merupakan Pejabat Pengganti Sementara (Pgs) Perwira Keuangan (Paku) Brigif 3/TBS.

Baca Juga

Peristiwa penggelapan dana ini terungkap ketika Kapten If Sandi selaku Pasi Log Brigif 3/TBS meminta dana swakelola tahap I Denma Brigif tiga kepada Rasid, Rabu (5/6/2024). Namun dana tersebut tidak kunjung diberikan Rasid hingga Jumat (7/6/2024). Rasid pun akhirnya mengakui perbuatannya yang telah menggelapkan uang kesatuan untuk kepentingan judi online

"Ketika statistik mencatat bahwa hampir 80 persen populasi Indonesia dipastikan merupakan pengguna internet maka bisa dipastikan bahwa peluang para prajurit TNI, personel Polri dan ASN terpapar judi online ini sangat besar juga," kata Khairul kepada Republika, Sabtu (16/6/2024).

Khairul menyebut peluang terpaparnya aparat sangat besar karena kampanye promosi judi online sangat masif. Hal itu diperkuat iming-iming keberuntungan fantastis, garansi keamanan dan privasi melalui penggunaan virtual private network (VPN) dan 'hasutan' influencer.

Alhasil, menurut Khairul, mencuatnya atensi terhadap kasus aparat terlibat judi online terkesan terlambat. "Saya rasa bahkan kekhawatiran yang menguat saat ini adalah kekhawatiran yang datang terlambat," ujar Khairul.

Apalagi jika aparat berada di lingkungan pergaulan yang rentan maka menurut Khairul, keterlibatan dalam judi online sangat mungkin hanya menjadi awal dari berbagai masalah besar.

"Nah apa yang kita lihat hari-hari ini di lingkungan TNI, Polri maupun pemerintahan, sebenarnya hanya bisul-bisul yang mulai meletus karena sekian lama dibiarkan tak terkendali dan tak terawasi dengan baik," ujar Khairul.

Setelah terlihat bahwa dampak judi online begitu merugikan, Khairul menyinggung barulah berbagai langkah untuk menghentikan dampak buruk itu dilakukan.

"Masalahnya ya itu tadi, dengan segala kompleksitas masalah yang menyertai, penanganan serius itu juga bukan hal yang mudah," ujar Khairul.

Baru-baru ini, kasus judi online berujung maut membuat gempar. Di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur seorang personel kepolisian Bripda RDW tewas dibakar oleh isterinya sesama anggota kepolisian, Briptu FN. Polwan beranak tiga itu gelap mata membakar suaminya lantaran gaji Bripda RDW kerap habis dipakai untuk judi online.

Di lingkungan TNI, bulan lalu, seorang anggota TNI-Angkatan Laut Lettu ED, di Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan nekat bunuh diri lantaran terlilit utang hingga Rp 819 juta karena judi online.

Di Bogor, Jawa Barat (Jabar), seorang prajurit dari satuan Batalyon Kesehatan Divisi-1 Kostrad inisial PSG, juga nekat gantung diri lantaran diketahui terlilit utang lantaran judi online. Di Sulawesi Selatan (Sulsel) seorang perwira Kostrad, Letda R anggota Brigif-3/Tri Budi Sakti (TBS) menilap uang anggota satuannya sampai Rp 876 juta lantaran kecanduan judi online.

Pada Februari 2023 lalu, seorang anggota Densus-88 Antiteror Bripda HS melakukan perampokan dan pembunuhan terhadap sopir taksi untuk membayar utang-utang senilai Rp 900 juta lantaran judi online. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement