REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Idul Adha menjadi momen umat Islam sedunia untuk melaksanakan ibadah sunah kurban. Sebagai sebuah ibadah, setiap proses kurban harus dilakukan dan dipersiapkan dengan baik, termasuk tata cara pengelolaan limbahnya.
Dosen Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University, Dr drh Hadri Latif, mengungkap tata cara pengelolaan limbah kurban untuk panitia kurban agar proses pelaksanaan kurban tidak menghasilkan pencemaran lingkungan. Menurut Hadri, penyelenggaraan kurban idealnya dilakukan di rumah potong hewan (RPH) karena semua fasilitas sudah tersedia, termasuk pengolahan limbahnya. Namun, karena memiliki waktu terbatas dan serentak, kurban bisa saja dilakukan di luar RPH dengan memperhatikan beberapa hal.
“Secara aturan hal tersebut dimungkinkan, tetapi ada syarat-syarat yang dipersiapkan lebih awal agar tidak berisiko terhadap kesehatan masyarakat. Persyaratan pengelolaan limbah kurban agar tidak menjadi sumber penularan penyakit, sebaiknya tidak di sembarang tempat, proses pelaksanaannya terkoordinasi dengan baik oleh dewan kemakmuran masjid (DKM) atau panitia,” kata Hadri dalam keterangan tertulisnya, dikutip Ahad (16/6/2024).
Ia menjelaskan, panitia perlu memastikan pelaksanaan kurban mulai dari fasilitas hingga orang-orang yang terlibat. Tempat penyembelihan hewan kurban juga sebaiknya dipersiapkan secara permanen, minimalnya semi permanen.
“Ketika tempat sudah ditentukan, perlu diketahui kapasitas pemotongan dan pengelolaan limbahnya seperti apa dari jauh-jauh hari agar ketika hari-H sudah siap,” tuturnya.
Hal krusial yang penting diperhatikan oleh masyarakat dalam proses penyembelihan adalah darah yang dihasilkan harus ditangani dengan baik. Idealnya, kata dia, panitia sudah mempersiapkan tempat dengan baik, seperti septic tank. Darah dialirkan ke daerah tertutup, bukan tempat terbuka seperti selokan bahkan sungai.
Dr Hadri menyarankan, tempat penyembelihan dan pengelolaan limbah dilakukan secara terpisah. Jika panitia kurban tidak menyiapkan septic tank, setidaknya darah dibuang ke tanah dengan membuat lubang berdiameter 50 sentimeter dan kedalaman 50 sentimeter apabila hewan kurbannya sedikit. Akan tetapi ketika hewan kurban cukup banyak, panitia bisa membuat paling tidak 1 meter kedalamannya.
“Lubang kemudian ditutup dan diberi disinfektan di permukaan dan semua area terkait dengan penyelenggaraan pemotongan, termasuk tempat penanganan dagingnya agar tidak menjadi sumber penularan. Sebab, darah merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme,” kata Hadri.
Selain itu, ia menekankan untuk tidak melakukan penyembelihan di area sekolah, seperti SD dan TK yang menjadi arena bermain anak-anak yang sulit dilakukan pembersihan dan disinfeksi. Dr Hadri berpesan untuk menyambut kurban dengan sukacita dan optimisme. Namun bukan berarti dianggap sepele dan tidak dipersiapkan dengan baik. Panitia kurban, kata dia, harus betul-betul mempersiapkan segala hal dari awal mengingat tanggung jawab yang besar.
“Ini amanah dari yang berkurban, kita sebagai penyelenggara harus memastikan bahwa pada hari-H semuanya bisa terlaksana dengan baik. Hal-hal terkait dengan limbah juga harus dipersiapkan sejak awal, termasuk fasilitas terkait, misalnya harus ada tempat permanen atau semi permanen. Intinya bagaimana menjamin limbah ini tidak mencemari lingkungan,” kata dia.