REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Allah SWT melapangkan rezeki dan menyempitkan rezeki bagi hamba-hamba yang dikehendaki-Nya. Kemudian manusia menyebut orang yang dilapangkan rezekinya sebagai orang kaya, dan yang disempitkan sebagai orang miskin.
Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menjelaskan makna kaya bagi orang-orang ahli hikmah.
Sayyidina Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu pernah berkata, "Sesungguhnya sikap tamak itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kefakiran. Putus harapan pada sesuatu yang berada di tangan orang lain adalah pertanda kayanya kalbu. Sesungguhnya orang yang tidak mengharapkan sesuatu yang berada di tangan orang lain, niscaya ia akan merasa kaya dari mereka."
Ditanyakan kepada sebagian ahli hikmah, "Apakah makna kaya itu?" Ahli hikmah menjawab, "Sedikitnya angan-anganmu dan kerelaanmu dengan apa yang mencukupkanmu."
Muhammad bin Wasi' al-Bashri membasahi roti kering dengan air dan memakannya. Beliau berkata, "Siapa saja yang menerima dengan ini, niscaya ia tidak membutuhkan kepada seseorang."
Sufyan Ats-Tsauri berkata, "Sebaik-baik duniamu adalah dunia yang engkau tidak diuji dengannya. Sebaik-baik apa yang diujikan kepadamu adalah apa yang keluar dari tanganmu."
Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu berkata, "Tidak akan terlewatkan sehari pun melainkan malaikat akan menyeru, 'Wahai anak Adam, sesuatu yang berjumlah sedikit namun mencukupi kebutuhanmu itu jauh lebih baik daripada jumlah banyak yang justru menganiaya kepadamu'."
Samith bin 'Ajalan berkata, "Sesungguhnya perutmu, wahai anak Adam, itu sejengkal dalam sejengkal (bertingkat). Maka, mengapa itu memasukkan engkau ke neraka?" Ditanyakan kepada ahli hikmah, "Apakah hakikat dari hartamu itu?" Jawab ahli hikmah, "Memperindah pada lahirnya, sederhana pada batinnya, dan tidak mengharapkan apa yang ada pada tangan manusia."
Diriwayatkan bahwasanya Allah Azza Wa Jalla telah berfirman, "Wahai anak Adam, seandainya dunia seluruhnya diberikan untukmu, niscaya tidak ada bagimu kecuali makanan pokok yang kalian makan. Apabila Aku berikan kepadamu makanan pokok daripada dunia, lalu Aku jadikan hisabnya atas orang lain, maka Allah telah berbuat baik kepadamu."
Sebagian Bani Umayyah menulis surat kepada Abu Hazm yang bertujuan kepada Abu Hazm agar melaporkan kebutuhan-kebutuhannya kepada Bani Umayyah. Maka Abu Hazm menulis balik surat kepadanya, yang isinya, "Telah aku laporkan kebutuhan-kebutuhanku kepada Rabbku. Maka apa yang telah diberikan oleh Rabbku kepadaku daripada kebutuhan-kebutuhanku, niscaya aku terima. Apa saja yang dicegah-Nya daripadaku, niscaya aku menerimanya apa yang ada padaku (bersikap qana'ah)."
Ditanyakan kepada sebagian ahli hikmah, "Apakah sesuatu yang lebih menggembirakan bagi orang yang berakal? Apakah yang paling membantu untuk menghilangkan kesedihan?" Maka sebagian ahli hikmah itu menjawab, "Yang lebih menggembirakan kepadanya adalah apa yang dikerjakan dari perbuatan-perbuatan yang baik, dan yang paling membantu baginya untuk menghilangkan kesedihan adalah merasa rela dengan yang ditetaptan oleh qadha Allah SWT."