Selasa 18 Jun 2024 18:25 WIB

KPK Didorong Usut Soal Biaya Demurrage Beras Bulog

Biaya demurrage tersebut berdampak kepada hajat hidup orang banyak.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Israr Itah
Pekerja saat bongkar muat beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta (ilustrasi).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pekerja saat bongkar muat beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didorong mengusut tuntas perkara biaya demurrage (denda kelebihan waktu sandar) hingga Rp 350 miliar. Hal ini terjadi akibat tertahannya beras impor sebanyak 490 ribu ton di Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Tanjung Perak.

Pengusutan ini dinilai dapat dilakukan melalui pemeriksaan terhadap Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Dirut Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.

Baca Juga

"Iya (KPK perlu memeriksa Kepala Bapanas dan Dirut Perum Bulog). Menurut saya perlu diusut KPK apakah ada perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang dalam mengatur bongkar muat barang di pelabuhan," kata pakar hukum pidana Universitas Bung Karno (UBK) Hudi Yusuf dalam keterangannya pada Selasa (18/6/2024).

Hudi menilai proses hukum ini sangat penting karena biaya demurrage tersebut berdampak kepada hajat hidup orang banyak. Salah satu dampaknya ialah kenaikan harga yang akan menjadi beban bagi rakyat. Ia menilai, jika ada pelanggaran, selayak diproses hukum karena dampak tersebut.

Hudi juga merasa khawatir adanya rekayasa tertahannya beras impor 490 ribu ton di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

"Sekelas Bulog menurut saya yang sudah pengalaman tidak mungkin masih pusing mengatur jadwal angkut, dan bongkar muat di pelabuhan karena sudah pengalaman mengurus hal teknis seperti ini," kata Hudi.

Sebelumnya, sekitar 490 ribu ton beras impor Bulog dikabarkan tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Tanjung Perak. Situasi ini memungkinkan munculnya biaya demurrage yang harus dibayar Bulog sekitar Rp 350 miliar.

Timbulnya potensi demurrage ini diduga akibat perubahan kebijakan Bapanas yang mengharuskan impor menggunakan kontainer. Padahal sebelumnya cukup memakai kapal besar.

Sebagian beras impor di Tanjung Priok sudah bisa keluar setelah Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani melakukan kunjungan kerja ke pelabuhan. Barang sudah berada di gudang Bulog. Namun, denda yang harus dibayarkan Bulog tersebut bisa berdampak pada harga eceran beras guna menutupi kelebihan pengeluaran.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement