REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Allah SWT sering menguji manusia dalam bentuk hukuman? Lantas bagaimana kita dapat mengetahui kualitas hukuman tersebut, apakah ia berupa ujian peningkatan iman ataukah ia berupa murka Allah SWT?
Jawaban atas pertanyaan di atas dikemukakan pendiri Pusat Studi Alquran (PSQ) Prof M Quraish Shihab, sebagaimana didokumentasikan Harian Republika 1994. Begini jawabannya:
Sesuatu yang tidak menyenangkan yang menimpa seseorang tidak selalu berarti hukuman. Demikian juga sebaliknya sesuatu yang menyenangkan tidak menjadi pertanda kasih Tuhan.
Dari sekian ayat-ayat Alquran dapat disimpulkan bahwa paling tidak empat tujuan dari hal-hal yang tidak menyenangkan yang menimpa itu.
Pertama, sebagai peringatan, agar yang bersangkutan tidak larut (mengulangi) kesalahannya. Demikian dipahami dari QS ar-Rum: 41 sebagai berikut:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan tangan manusia, sehingga kesudahannya Allah merasakan (menimpakan) kepada mereka (sebagian) dari akibat perbuatan mereka dengan harapan mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Kedua, sebagai siksa. Ini antara lain ditegaskan ayat yang menasihati Nabi (dan umat Islam) menyangkut pada pembangkang:
فَلَا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ
“Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir.” (QS at-Taubah: 55)
Ketiga, menyucikan dari dosa, seperti yang ditegaskan dalam QS Ali Imran ayat 41, yang berbicara tentang luka yang diderita kaum Muslimin akibat perang Uhud. Tujuannya antara lain adalah: agar Allah membersih orang-orang yang beriman dari dosa-dosa mereka''.
Keempat, mengangkat derajat di sisi Allah SWT. Ini dipahami dari Firman Allah dalam surat Al-Anfal beriikut:
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS al-Anfal ayat 25)
Cobaan (malapetaka) itu menimpa orang-orang yang tidak bersalah, dan bila mereka bersabar menerimanya maka bukan hanya penyucian dari dosa yang mereka peroleh, tapi juga pangangkatan derajat di sisi Allah SWT.
Setiap orang perlu melakukan introspeksi, menilai sampai di mana persesuaian sikap dan tingkah lakunya dengan petunjuk Ilahi. Kalau semua telah sesuai dan masih juga ditimpa petaka, maka itu untuk mengangkat derajatnya.
Jika ia menemukan kesalahan, maka yang menimpanya boleh jadi peringatan, boleh jadi juga penyucian dosa. Dan jika ia bergelimang di dalam dosa, atau turut dalam kesalahan, maka ketika itu yang menimpanya panjar dari siksa-Nya.