Rabu 19 Jun 2024 16:11 WIB

Kebijakan Pj Heru Soal PBB Jakarta, Pengamat: Pemprov Butuh Sumber Pendapatan Baru

PBB rumah di bawah Rp 2 miliar di Jakarta tak lagi gratis di zaman Pj Heru Budi.

Rep: Bayu Adji Prihammanda/ Red: Mas Alamil Huda
Deretan rumah di kawasan padat penduduk dengan latar belakang gedung bertingkat, di Jakarta, Senin (4/7/2022). Pemprov DKI Jakarta membebaskan PBB-P2 dengan NJOP di bawah Rp2 Miliar.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Deretan rumah di kawasan padat penduduk dengan latar belakang gedung bertingkat, di Jakarta, Senin (4/7/2022). Pemprov DKI Jakarta membebaskan PBB-P2 dengan NJOP di bawah Rp2 Miliar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengeluarkan aturan baru terkait pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2). Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 16 Tahun 2024 itu disebutkan bahwa pembebasan PBB hanya berlaku untuk satu rumah yang memiliki nilai jual objek pajak (NJOP) di bawah Rp 2 miliar.

Pengamat tata kota Yayat Supriatna mengatakan, kebijakan itu kemungkinan dibuat lantaran Pemprov DKI Jakarta sedang mencari sumber pendapatan baru untuk membiayai pembangunan. Pasalnya, status ibu kota yang akan pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN) akan berdampak terhadap berkurangnya pendapatan Jakarta.

Baca Juga

"Jadi dalam hal ini, memang yang harus dilakukan DKI adalah mencari sumber pendapatan baru. Dengan status bukan sebagai ibu kota, akan ada kemungkinan pendapatan DKI akan berkurang di sektor pemerintah," kata dia saat dihubungi Republika, Rabu (19/6/2024).

Ia mengatakan, pindahnya ibu kota ke IKN akan membuat banyak kegiatan pemerintah pusat tak lagi dilakukan di Jakarta. Dampaknya, pemasukan kepada pemerintah daerah dari sektor perhotelan dan sebagainya akan berkurang. Alhasil, Pemprov DKI Jakarta harus mencari sumber pendapatan lain.

Yayat menilai, sumber pembiayaan lain yang paling menarik dan punya potensi adalah dari sektor perumahan. Sebab, kebutuhan rumah akan terus bertambah seiring dengan waktu.

Menurut dia, selama ini banyak masyarakat memanfaatkan kebijakan lama yang membebaskan PBB seluruh rumah dengan NJOP di bawah Rp 2 miliar. Padahal, kemungkinan banyak warga yang memiliki rumah kedua atau ketiga untuk kebutuhan investasi, sehingga bebas pajak.

"Berarti ada potensi pendapatan yang hilang. Harusnya dipertegas, itu untuk rumah pertama. Bukan untuk rumah kedua dan ketiga," kata Yayat.

Karena itu, ia menilai, kebijakan baru terkait PBB di DKI Jakarta sudah cukup tepat sasaran. Apalagi, di berbagai daerah lain, semua rumah telah dikenakan PBB.

Namun, pada zaman Anies Baswedan menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, dilakukan pembebasan PBB dengan pertimbangan sosial. Sementara saat ini, Pemprov DKI Jakarta tengah kesulitan membiayai pembangunan.

"Menurut saya, di tengah ekonomi yang sulit, pungutan ini harus disikapi dengan lebih bijak. Minimal, dengan sosialisasi yang lebih terstuktur dan masif, sehingga terjadi pemahaman di masyarakat," kata dia.

Diketahui, Pemprov DKI Jakarta telah membuat kebijakan baru terkait PBB. Dalam Pasal 3 Pergub DKI Jakarta Nomor 16 Tahun 2024 disebutkan:

(1) Gubernur memberikan pembebasan pokok sebesar 100% (seratus persen) dari PBB-P2 yang terutang tahun pajak 2024.

(2) Pembebasan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk Objek PBB-P2 dengan kriteria sebagai berikut:

a. berupa Hunian dengan NJOP sampai dengan Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); dan

b. dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang datanya telah dilengkapi dengan NIK pada sistem informasi manajemen pajak daerah.

(3) Pembebasan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Wajib Pajak untuk 1 (satu) Objek PBB-P2.

(4) Dalam hal Wajib Pajak memiliki lebih dari 1 (satu) Objek PBB-P2, pembebasan pokok diberikan untuk Objek PBB-P2 dengan NJOP terbesar sesuai kondisi data pada sistem perpajakan daerah per 1 Januari 2024.

Sementara pada aturan sebelumnya, yang tertuang dalam Pasal 2 Pergub DKI Jakarta Nomor 23 Tahun 2022, disebutkan bahwa:

(1) Gubernur menetapkan PBB-P2 tahun pajak 2022 terhadap Objek PBB-P2 berupa Rumah Tapak yang dindliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan Wajib Pajak orang pribadi dengan NJOP PBB-P2 sampai dengan kurang dari Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dengan pembebasan sebesar 100% (seratus persen).

(2) Gubernur menetapkan PBB-P2 tahun pajak 2022 terhadap Objek PBB-P2 berupa Rumah Tapak yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan Wajib Pajak orang pribadi dengan NJOP PBB-P2 Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) atau lebih, berupa:

a. pembebasan sebagian untuk Bumi seluas 60 m2 dan Bangunan seluas 36 m2dari PBB-P2 terutang; dan

b. pembebasan sebagian sebesar 10% (sepuluh persen) dari sisa PBB-P2 yang terutang.

(3) Gubernur menetapkan PBB-P2 tahun pajak 2022 terhadap Objek PBB-P2 selain Objek PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dengan pembebasan sebagian besar 15% (lima belas persen) dari PBB-P2 yang terutang.

(4) Objek PBB-P2 berupa jalan tol dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement