Kamis 20 Jun 2024 10:52 WIB

Ditantang Tes DNA, Bagaimana Metode Pencatatan Nasab Keturunan Nabi di Indonesia?

Maktab Daimi lembaga otonom untuk memelihara silsilah keturunan Rasulullah.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: A.Syalaby Ichsan
Rabithah Alawiyah menggelar acara halal bi halal menyambut hari raya Idul Fitri 1443 H
Foto: istimewa
Rabithah Alawiyah menggelar acara halal bi halal menyambut hari raya Idul Fitri 1443 H

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Polemik antara nasab habaib Pendiri Pondok Pesantren Tajul Alawiyin Bogor Habib Bahar bin Smith dengan Rhoma Irama kembali bergulir. Habib Bahar mengecam Rhoma Irama yang menceritakan pengalamannya ceramah bersama seorang habib. Di mana, menurut Rhoma Irama, habib itu menyampaikan tidak mengapa ada habib yang maksiat karena kemuliaan nasab atau keturunannya yang bersambung ke Rasulullah.

Terkait hal itu, Habib Bahar meminta Rhoma Irama untuk tidak membuat fitnah. Saat berbicara di depan masyarakat, Habib Bahar mengajak jamaahnya untuk tidak percaya dengan pernyataan Rhoma Irama.

Baca Juga

Dalam video podcastnya, Rhoma Irama juga mengaku setuju perlu diadakan tes DNA kepada kelompok Ba'awali untuk membuktikan mereka benar-benar keturunan Nabi Muhammad. Sayangnya, ujar Rhoma, sekelompok habaib menolak ide tes itu. Terlepas dari polemik kedua tokoh tersebut, bagaimana sebenarnya pencatatan nasab alawiyyin bermula? 

photo
Penyanyi dangdut Rhoma Irama menggunakan hak suaranya di TPS 069, yang berlokasi di SMP Negeri 141 Jakarta Selatan, Jl. Pondok Jaya VIII No.15B, RT.8/RW.6, Pela Mampang, Kec. Mampang Prpt., Kota Jakarta Selatan, Rabu (14/2/2024). - (Republika/Umi Nur Fadhilah)

Sejarah pencatatan nasab alawiyyin telah dimulai oleh Syekh Ali bin Abubakar Al-Sakran pada abad ke-15 Masehi. Pencatatan nasab alawiyyin juga dilakukan Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad dengan bantuan pendanaan dari raja-raja India. Beliau memerintahkan untuk melakukan pencatatan alawiyyin di Hadramaut pada abad ke-17 masehi.

Pada akhir abad ke-18, Sayyid Ali bin Syekh bin Muhammad bin Ali bin Shihab juga melakukan pencatatan alawiyyin. Sehingga terkompilasi dalam buku nasab sebanyak 18 jilid. Pencatatan nasab paling akhir dilakukan oleh mufti Hadramaut, Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur pada akhir abad ke-19 masehi. Kemudian, dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Sayyid Ali bin Abdurrahman Al-Masyhur. Hasilnya terkumpul dalam tujuh buku nasab dari Hadramaut.

Ketika Habib Alwi bin Thahir Al-Haddad mendirikan Rabithah Alawiyah, beliau berinisiatif untuk melakukan pencatatan alawiyyin yang ada di Indonesia. Kemudian, Rabithah Alawiyah resmi membentuk Maktab Daimi pada 10 Maret 1932. Maktab Daimi merupakan lembaga otonom yang mempunyai tugas memelihara sejarah dan silsilah keturunan Nabi Muhammad SAW.

Tujuan Maktab Daimi dibentuk untuk mencatat sejarah dan silsilah alawiyyin yang tersebar di Indonesia. Sehingga, sejarah dan silsilah alawiyyin tetap lestari dan terjaga. Maktab Daimi sendiri mempunyai metode untuk mengetahui nasab seseorang. Apakah orang tersebut masih garis keturunan Nabi Muhammad SAW atau bukan.

Baca di halaman selanjutnya...

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement