REPUBLIKA.CO.ID, Ulama adalah pewaris para nabi. Begitulah sabda Rasulullah SAW. Di antara kaum ulama itu, terdapat orang-orang alim yang berasal dari zuriyah beliau. Bagi masyarakat Indonesia, yang demikian itu akrab disebut sebagai habib (plural: habaib).
Mereka tidak hanya aktif menyebarkan syiar Islam melalui dakwah lisan, tetapi juga tulisan. Filolog A Ginandjar Sya'ban mengatakan, kalangan habaib--setidaknya sejak abad ke-18 atau 19--telah mewariskan ribuan kitab. Karya-karyanya meningkatkan kecintaan umat terhadap ilmu-ilmu agama.
Ia menyebut, satu contoh sosok teladan, yakni Habib Salim bin Ahmad bin Jindan. Dai kelahiran Surabaya, Jawa Timur, itu diketahui telah menulis lebih dari 150 buku di sepanjang hayatnya. Sebagian besar karyanya masih dapat dijumpai di pelbagai perpustakaan, termasuk Maktabah Kanzul Hikmah yang diasuh Majelis Hikmah Alawiyah (Mahya) di Jakarta Selatan.
Ginandjar Sya'ban menjelaskan, Habib Salim menulis dengan penuh kesadaran sebagai orang Indonesia. Buktinya, pada setiap sampul buku-buku karyanya selalu tergurat nama lengkapnya yang di tambahi dengan gelar al-Indunisi atau al-Jawi. Salah satu disiplin keilmuan yang dikuasainya ialah hadis.
Bahkan, lanjut Ginandjar, Habib Salim disebut- sebut sebagai ahli ilmu hadis terbesar di Indonesia pada masanya. Di samping itu, dirinya pun menekuni bidang penulisan biografi para alim ulama, khususnya guru-guru yang pernah menjadi tempatnya belajar. Di antara buah tangan karyanya yang monumental ialah kitab Raudhah al-Wildan. Isinya menghimpun biografi ulama-ulama Nusantara yang begitu komprehensif.
Dalam manuskrip kitab ini, Habib Salim menulis kan profil ratusan guru-gurunya. Tulisan-tulisannya itu disusun secara ensiklopedis. Kitab ini merupakan salah satu warisan yang sangat berharga sekali dalam tradisi keilmuan umat Islam di Indo nesia. Sebab, Raudhah al-Wildantidak hanya me muat sanad periwayatan, tetapi juga informasi historis.
Selama hidupnya, menurut Ginandjar, habib yang wafat pada 1 Juni 1969 ini telah berguru kepada lebih dari 400 orang alim. Mereka tersebar di berbagai penjuru dunia. Hampir setengah dari total gurunya itu adalah para ulama Nusantara. Sebut saja, KH Kholil Bangkalan, KH Ahmad Marzuki, KH asy-Syekh Arsyad ath-Thawil, dan lain-lain.