REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR — Aliansi Kebhinekaan Bali menggelar Aksi Damai Dukung Polda Bali Untuk Tegakan Supremasi Hukum pada Kamis (20/6/2024) di depan Polda Bali. Aksi damai yang diikuti sekitar seribu massa lintas agama itu dimaksudkan agar Polda Bali menegakkan hukum terhadap oknum mantan anggota DPD RI Arya Wedakarna atau AWK. Salah satu panitia pengunjuk rasa, Zainal Abidin, mengungkapkan, massa tersebut merupakan gabungan antara komunitas Muslim dan Hindu Bali.
Ketua Aliansi Kebhinekaan Bali, Kadek Arya Bagiastra dalam pernyataan sikapnya menyampaikan, Aliansi Kebhinekaan Bali sebagai wadah dan rumah bersama dari komponen rakyat Bali lintas agama, suku dan ras. Salah satu poin dari pernyataan aliansi tersebut yakni Arya Wedakarna telah melontarkan 25 pernyataan yang substansinya mengandung provokasi yang berisi sikap intoleran, rasis dan permusuhan terhadap kerukunan umat beragama di Bali.
Hal ini telah menurunkan indeks kerukunan dan toleransi kehidupan beragama di Bali. Beberapa kasus tersebut antara lain kasus penghinaan terhadap leluhur Warga Nusa Penida, kasus Desa Bugbug Karangasem, kasus Bhakta Hare Krishna, dan terakhir kasus penghinaan terhadap hijab atau jilbab bagi wanita Muslimah.
Berikut tujuh pernyataan sikap Aliansi Kebhinekaan Bali yang dikutip Republika dari keterangan tertulisnya pada Kamis (20/6/2024).
Pertama, bahwa kita sebagai warga bangsa Indonesia sangat memahami betul tentang pentingnya menjaga sikap saling hormat menghormati, toleransi, diantara sesama umat beragama, antar suku bangsa, ras, etnis, dan budaya dalam bingkai Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika sebagai empat pilar kebangsaan kita.
Kedua, dia menjelaskan, Aliansi Kebhinekaan Bali menentang dan menolak tegas tumbuhnya sikap- sikap intoleran, rasis, dan radikalisme tumbuh di Pulau Bali khususnya dan Indonesia pada umumnya. Karena hal itu dapat memecah belah persatuan dan kesatuan Bangsa. Untuk itu Aliansi Kebhinekaan Bali tegaskan tidak ada satu jengkal tanah pun baik di Bali maupun di Indonesia yang dapat memberikan ruang dan menjadi habitat untuk tumbuh kembangnya paham-paham dan sikap intoleran, rasis dan radikalisme.
Ketiga, sudah diketahui bersama, seluruh umat beragama, seluruh etnis, dan suku bangsa Indonesia yang berasal dari berbagai daerah telah hidup rukun, aman, tentram dan damai di pulau Dewata sejak ratusan tahun yang lalu. Semuanya menyatu bersama-sama menjaga Bali yang jagaddhita, gemah ripah loh jinawi.
"Keempat, (Aliansi Kebhinekaan Bali menyatakan) bahwa sejak Arya Wedakarna hadir dan menjadi anggota DPD RI, kami duga kerukunan, ketentraman, dan kedamaian tersebut dicabik-cabik oleh Arya Wedakarna dan hal ini telah mengakibatkan terjadinya ketegangan, munculnya sikap intoleran, rasis, bahkan ditumbuhkannya rasa saling curiga yang berbau provokatif yang dapat memecah belah persatuan dan sikap Menyame Braya di antara sesama warga Bali yang telah terpelihara beratus-ratus tahun lamanya," ujar Arya Bagiastra.
Arya Bagiastra melanjutkan, yang kelima, menurut catatan Aliansi Kebhinekaan Bali, tidak kurang dari 25 kasus atau pernyataan Arya Wedakarna yang substansinya mengandung provokasi yang berisi sikap intoleran, rasis dan permusuhan terhadap kerukunan umat beragama di Bali. Hal ini telah menurunkan indeks kerukunan dan toleransi kehidupan beragama di Bali. Beberapa kasus tersebut antara lain kasus penghinaan terhadap leluhur Warga Nusa Penida, kasus Desa Bugbug Karangasem, kasus Bhakta Hare Krishna, dan terakhir kasus penghinaan terhadap hijab atau jilbab bagi wanita Muslimah.