REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejak awal tahun ini hingga 19 Juni 2024, rupiah telah terseok dan mengalami pelemahan sebanyak 5,92 persen. Gejolak ekonomi global memberikan dampak besar terhadap ketahanan rupiah.
Pengamat ekonomi Yusuf Wibisono berpendapat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memang didominasi oleh faktor eksternal. Kendati demikian, faktor internal berupa ketidakpastian arah kebijakan fiskal juga menjadi faktor yang memengaruhi pelemahan mata uang Garuda.
“Dari dalam negeri, sentimen negatif terhadap rupiah datang dari ketidakpastian arah kebijakan fiskal, yang meningkatkan fiscal risk,” kata Yusuf saat dihubungi Republika, Rabu (19/6/2024).
Hal itu dilihat dari kondisi proyeksi defisit anggaran yang besar di kisaran 2,8 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka itu mendekati batas atas 3 persen dari PDB. Terlebih belakangan ini bermunculan kabar mengenai sikap Presiden terpilih Prabowo Subianto yang terlihat permisif dengan utang dan bahkan diisukan hendak menaikkan rasio utang pemerintah ke kisaran 50 persen dari PDB, meski kemudian kabar itu sudah dibantah tim Prabowo-Gibran.