Sabtu 22 Jun 2024 04:52 WIB

Tingginya Kematian Jamaah Haji karena Perubahan Iklim?

Kematian akibat suhu panas selama ibadah haji bukanlah hal yang baru.

Rep: Lintar Satria/ Red: Muhammad Hafil
Seorang tentara Saudi memercikkan air ke jemaah untuk mendinginkan mereka saat Kementerian Kesehatan Saudi melaporkan peningkatan jumlah kasus cuaca panas yang terus meningkat saat lempar jumrah di Jembatan Jamarat dekat Mekkah, Arab Saudi, (30/6/2023).
Foto: EPA-EFE/ASHRAF AMRA
Seorang tentara Saudi memercikkan air ke jemaah untuk mendinginkan mereka saat Kementerian Kesehatan Saudi melaporkan peningkatan jumlah kasus cuaca panas yang terus meningkat saat lempar jumrah di Jembatan Jamarat dekat Mekkah, Arab Saudi, (30/6/2023).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Penasehat sains lembaga   Jerman, Climate Analytic Carl-Friedrich Schleussner mengatakan tingginya kematian musim haji tahun ini dapat menjadi cuplikan untuk tahun-tahun mendatang.

"Haji sudah dilakukan dengan cara tertentu dalam 1.000 tahun lebih dan selalu dalam cuaca panas," katanya Jumat (21/6/2024).

Baca Juga

"Namun krisis iklim menambah keparahan cuaca," tambahnya.

Selama beribadah haji ke Ka'bah, struktur batu berbentuk kubus di Masjidil Haram, para peziarah melakukan ritual keagamaan seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad kepada para pengikutnya 14 abad yang lalu.

Bagian integral dari ibadah haji, kata Schleussner, seperti seperti wukuf  Gunung Arafah,  menjadi "sangat berbahaya bagi kesehatan manusia."

Waktu pelaksanaan haji ditentukan tahun lunar, yang membuat ibadah haji mundur 10 hari setiap tahunnya. Sementara saat ini ibadah haji bergerak menuju musim dingin, pada tahun 2040-an, ibadah haji akan bertepatan dengan puncak musim panas di Arab Saudi.

"Ini akan menjadi sangat fatal," kata  ilmuwan iklim di Climate Analytics yang berbasis di Pakistan Fahad Saeed.

Kematian akibat suhu panas selama ibadah haji bukanlah hal yang baru, dan tercatat sejak tahun 1400-an. Kurangnya aklimatisasi terhadap suhu yang lebih tinggi, aktivitas fisik yang intens, ruang yang terbuka, dan populasi yang lebih tua membuat jamaah haji rentan.

Tahun lalu, lebih dari 2.000 orang menderita stres akibat suhu panas, menurut para pejabat Saudi.

Situasi ini akan menjadi jauh lebih buruk ketika dunia memanas, kata para ilmuwan.

Saeed dan Schleussner menerbitkan sebuah studi tahun 2021, di jurnal Environmental Research Letters yang menemukan jika dunia menghangat 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri, risiko serangan panas bagi para jamaah haji akan menjadi lima kali lebih besar.

Dunia berada di jalur yang tepat untuk mencapai kenaikan suhu 1,5 derajat Celcius pada tahun 2030-an.

"Orang-orang sangat termotivasi secara religius. Bagi sebagian dari mereka, ini adalah kesempatan sekali seumur hidup," kata Saeed, karena setiap negara hanya mendapatkan jatah yang terbatas.

"Jika mereka mendapatkan kesempatan, mereka akan melakukannya."

Pada tahun 2016, Arab Saudi menerbitkan strategi panas yang mencakup pembangunan area teduh, membangun titik air minum setiap 500 meter, dan meningkatkan kapasitas perawatan kesehatan.

Otoritas kesehatan Arab Saudi memperingatkan para jemaah untuk tetap terhidrasi dan menghindari berada di luar ruangan antara pukul 11.00 dan 15.00 selama ibadah haji.

Jamaah haji asal Pakistan, Mustafa, mengatakan ia harus mendorong ibunya yang berusia 75 tahun di kursi roda. Ia mengatakan ketika mereka mencoba untuk beristirahat, polisi meminta mereka untuk terus bergerak.

"Saya kagum melihat tidak ada upaya yang dilakukan pemerintah Arab Saudi untuk menyediakan tempat berteduh atau air," kata Mustafa.

Kantor media pemerintah Arab Saudi belum menanggapi permintaan  komentar. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement