REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Praktik penyimpangan seksual seperti lesbian, gay, biseksual, transgender dan queer (LGBTQ) sudah menghampiri di serambi rumah kita. Negara tetangga, Thailand, bahkan telah melegalkan pernikahan sesama jenis.
Dalam kacamata Islam, para pelaku hubungan sejenis tidak dibenarkan. Meski demikian, para ulama saling berselisih pendapat dalam menentukan hukuman bagi orang-orang yang melakukan hubungan intim sesama jenis. Sanksi tersebut diberikan lantaran tindakan semacam ini merupakan penyimpangan yang dilarang dalam Islam.
Prof Huzaemah Tahido Yanggo dalam buku Problematika Fikih Kontemporer menyampaikan, ulama berbeda pendapat dalam menetapkan jenis hukuman bagi pelaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Pendapat pertama mengatakan, para pelaku homoseksual harus dibunuh. Pendapat ini dianut oleh sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW, yakni An-Nashir dan Qasim bin Ibrahim, hingga ulama klasik seperti Imam Syafii.
Argumentasi mereka berdasarkan hadits riwayat Nasai dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas, Man wajadtumuhu ya'malu amala qaumi Luth faqtuluulfaail wal-mafulu bih. Yang artinya, Siapa yang kalian temukan melakukan perbuatan seperti perbuatan kaum Luth (perbuatan homoseksual), maka bunuhlah pelakunya dan pasangannya karena perbuatan itu.
Adapun pendapat kedua dikemukakan oleh Imam Syafii. Dalam pendapatnya yang popular, Imam Syafii menyebut bahwa pelaku penyimpangan seksual demikian harus dirajam tanpa membedakan apakah pelakunya itu masih bujangan ataukah sudah menikah.
Pendapat kedua ini juga dikemukakan oleh Said bin Musayyab, Atha' bin Rabah, Hasan Abu Qatadah, Al-Nakhai, Sufyan al-Sauri, Abdurrahman al-Auzai, Abi Thalib, Imam Yahya, dan sebagian ulama dari kalangan mazhab Syafii. Ulama-ulama tersebut menetapkan bahwa sanksi terhadap pelaku homoseksual pria itu sama dengan hukuman zina.
Mereka berpendapat bahwa kepada pelakunya diberlakukan hukuman zina, yaitu cambuk bagi yang masih bujangan dan dirajam (dilempar dengan batu hingga wafat) bagi mereka yang sudah menikah. Argumentasi yang mereka ajukan, kata Prof Huzaemah, yaitu perbuatan homoseksual dalam bentuk penyimpangan demikian termasuk ke dalam kategori perbuatan zina.