REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua PP Muhammadiiyah, Anwar Abbas, meminta agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaannya nanti benar-benar mengejar kerugian negara Rp.300 triliun agar bisa dikembalikan ke negara. Jika memang ada aset dari para tersangka maka harus dirampas untuk mengganti kerugian negara.
“Itu (kerugian negara dari Rp.300 triliun) harus dikejarlah,” kata Buya Anwar, Rabu (26/6/2024). Persoalan pengembalian kerugian negara harus menjadi salah satu fokus dalam penegakkan hukum dugaan korupsi timah.
Buya Anwar bahkan menegaskan kemungkinan melakukan penyitaan ataupun perampasan aset hasil korupsi. Baik aset yang ada di dalam maupun di luar negeri. “Karena itu penting adanya UU penyitaan aset,” kata dia.
Ditambahkannya, Indonesia tidak dalam keadaan baik-baik saja. Persoalan korupsi sangat memprihatinkan di negara ini. Karena itulah, kata Buya Anwar, pemerintah Prabowo mendatang harus benar-benar berani dalam pemberantasan korupsi.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melimpahkan berkas perkara 10 tersangka kasus dugaan korupsi timah ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Penyidik juga menyerahkan berbagai barang bukti, termasuk dokumen, tiga unit mobil, 90 sertifikat tanah, sejumlah uang tunai, dan logam mulia.
"Penyidik menyerahkan para tersangka hari ini beserta barang bukti kepada penuntut umum di Kejari Jaksel," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, Kamis (13 Juni 2024.
Pakar hukum pidana, Hibnu Nugroho, juga mengingatkan Kejaksaan agar memperhatikan masalah kerugian negara dalam kasus ini. Menurutnya, langkah Kejakgung yang memasukkan kerusakan lingkungan sebagai kerugian negara sudah tepat.
Dijelaskannya, kerusakan lingkungan akan membutuhkan biaya untuk pemulihannya. Sehingga para tersangka, jika sudah terbukti melakukan korupsi, maka juga berkewajiban membayar efek kerugian ekonomi dari aspek kerusakan lingkungan. “Karena proses perbaikan lingkungan dan efeknya harus ditanggung oleh negara,” jelas Hibnu.