Kamis 27 Jun 2024 12:49 WIB

BKPM: Mundurnya BASF di Indonesia Proyek Sonic Bay tak Turunkan Minat Investasi

Batalnya investasi BASF karena mempertimbangkan perubahan pasar nikel.

Rep: Frederikus Bata/ Red: Friska Yolandha
Foto udara aktivitas bongkar muat nikel di areal pabrik smelter milik PT Antam di Kecamatan Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara, Sabtu (17/12/2022). PT Antam mengoperasikan tiga tambang dan pabrik pengolahan feronikel (feni) di Pomalaa sejak tahun 1968 dengan kapasitas produksi nikel di tambang ini mencapai 6000 Tni/A (Ton Nikel per tahun) dengan hasil produksi baik berupa ore (tanah mengandung nikel) maupun nikel itu sendiri diekspor ke Jepang, China dan Eropa.
Foto: ANTARA FOTO/Jojon
Foto udara aktivitas bongkar muat nikel di areal pabrik smelter milik PT Antam di Kecamatan Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara, Sabtu (17/12/2022). PT Antam mengoperasikan tiga tambang dan pabrik pengolahan feronikel (feni) di Pomalaa sejak tahun 1968 dengan kapasitas produksi nikel di tambang ini mencapai 6000 Tni/A (Ton Nikel per tahun) dengan hasil produksi baik berupa ore (tanah mengandung nikel) maupun nikel itu sendiri diekspor ke Jepang, China dan Eropa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada Senin (24/6/2024) terdengar informasi mengenai pembatalan rencana investasi pemurnian nikel oleh BASF dan Eramet pada Proyek Sonic Bay di Maluku Utara. Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menegaskan keputusan tersebut telah diketahui oleh Pemerintah Indonesia dan tidak menurunkan minat investor asing untuk menanamkan modalnya pada sektor hilirisasi di tanah air. 

BASF dan Eramet telah memiliki legalitas usaha atas nama PT Eramet Halmahera Nikel (PT EHN) untuk mengembangkan proyek Sonic Bay senilai 2,6 miliar dolar AS di Kawasan Industri Teluk Weda, Maluku Utara. Proyek ini berupa pembangunan pabrik pemurnian nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) yang menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitates (MHP).

Baca Juga

Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Nurul Ichwan menyampaikan keputusan BASF dan Eramet membatalkan investasinya adalah keputusan bisnis yang diperoleh setelah melakukan berbagai evaluasi.

"Kami dari awal terus mengawal rencana investasi ini. Namun pada perjalanannya, perusahaan beralih fokus, sehingga pada akhirnya mengeluarkan keputusan bisnis membatalkan rencana investasi proyek Sonic Bay ini," kata Nurul dalam siaran pers, Kamis (27/6/2024).

Berdasarkan rilis perusahaan, keputusan BASF dan Eramet untuk tidak meneruskan rencana investasi didasarkan pada pertimbangan akan perubahan kondisi pasar nikel yang signifikan. Khususnya pada pilihan nikel yang menjadi suplai bahan baku baterai kendaraan listrik. Sehingga, BASF memutuskan bahwa tidak ada lagi memiliki kebutuhan melakukan investasi suplai material baterai kendaraan listrik. 

"Kami melihat hilirisasi untuk ekosistem baterai kendaraan listrik masih sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Apalagi, baru-baru saja Indonesia mendapat peringkat 27 pada World Competitiveness Ranking (WCR) 2024. Top 3 terbaik di wilayah ASEAN," ujar Nurul.

Minat investor asing di sektor hilirisasi tetap tinggi dan bahkan beberapa proyek investasi di sektor tersebut telah mencapai tahap realisasi. Sebagai contoh, proyek smelter tembaga terbesar di dunia milik PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur resmi beroperasi mulai 27 Juni 2024. Bukti nyata lainnya, produksi massal baterai kendaraan listrik pertama di Indonesia akan dimulai oleh PT Hyundai LG Indonesia (HLI) Green Power di Karawang, Jawa Barat pada Juli 2024 dan akan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement