Kamis 27 Jun 2024 15:40 WIB

Senegal hingga Turki, Pasar Menggiurkan Bagi Industri Halal RI

Indonesia memiliki potensi besar menjadi pusat industri halal dunia.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Ilustrasi pameran produk halal.
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi pameran produk halal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Khusus Wakil Presiden (Wapres) Zumrotul Mukaffa mengatakan, Indonesia memiliki potensi besar menjadi pusat industri halal dunia. Pemerintah, ucap Zumrotul, telah memiliki target tonggak pencapaian Indonesia sebagai pusat produsen halal pada 2024, rantai pasok halal global pada 2025-2026, menjadi halal hub dunia pada 2027-2028, dan memiliki jenama halal global di 2029.

"Kita tidak menutup mata ada banyak persoalan dalam pengembangan industri halal, tapi jangan lihat itu sebagai kekurangan, melainkan menjadi kekuatan. Ingat, kita negara dengan populasi umat muslim terbesar kedua di dunia," ujar Zumrotul diskusi Halal Business Forum bertajuk "Menyatukan Tekad Sinergitas, Mewujudkan Indonesia Produsen Halal dan Syariah Dunia" di Jakarta, Kamis (27/6/2024).

Baca Juga

Namun, Zumrotul mengatakan, populasi besar dan kekayaan sumber daya alam (SDA) tidak cukup untuk meningkatkan daya saing produk halal Indonesia. Zumrotul menyebut Indonesia harus mencari terobosan dalam akselerasi pengembangan industri halal, salah satunya melalui kolaborasi dengan negara lain.

"Saat ini posisi Indonesia dalam Global Islamic Economy Indikator itu nomor tiga. Kita harus meningkatkan kolaborasi dengan negara-negara anggota OKI, negara-negara Asia Tenggara, dan negara lain," ucap Zumrotul.

Zumrotul menyebut industri halal Indonesia punya peluang besar menjangkau pasar-pasar nontradisional namun berpotensi besar menyerap produk halal Indonesia. Terdapat sepuluh negara dengan persentase umat muslim terbesar dari total penduduknya.

Zumrotul menyebut Indonesia bahkan tidak termasuk ke dalam daftar tersebut. Pasalnya, persentase umat muslim Indonesia tidak lebih dari 90 persen jika dibandingkan dari total penduduk.

"Kalau kita lihat dalam daftar tersebut, ada Sahara Barat yang 100 persen penduduknya beragama Islam, lalu Pakistan dengan 98,19 persen, Turki dengan 97,84 persen, Azerbaijan sebesar 96,28 persen, hingga Senegal dengan 95,61 persen," sambung Zumrotul.

Selain lima negara tersebut, terdapat Maroko sebesar 95,18 persen, Aljazair dengan 94,51 persen, Libya dengan 94,08 persen, Komoro sebesar 93,04 persen, serta Iran dengan 91,86 persen. Zumrotul menyebut industri halal Indonesia bisa melakukan penetrasi di sepuluh negara tersebut.

"Secara jumlah penduduk (muslim) kita memang terbesar kedua, tapi kalau persentasenya tidak termasuk sepuluh besar. Jadi kalau mau kerja sama bisa datang ke Sahara Barat hingga Libya yang mayoritas penduduk muslim," lanjut Zumrotul.

Zumrotul mengatakan Indonesia bisa mengoptimalkan potensi industri halal berbasis laut mengingat 74 persen wilayah Indonesia merupakan kelautan. Zumrotul mengatakan Indonesia harus mampu meningkatkan infrastruktur, standar dan sertifikasi, keterampilan tenaga kerja, produk inovatif, promosi dan pemasaran yang efektif, kolaborasi dan kemitraan dalam optimalisasi industri halal berbasis laut tersebut.

"Selain itu, kita juga harus beradaptasi dengan transformasi digital dan potensi energi baru dan terbarukan (EBT) kaitannya dengan industri halal Indonesia di kancah global," kata Zumrotul.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

  • Sangat tertarik
  • Cukup tertarik
  • Kurang tertarik
  • Tidak tertarik
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement