Kamis 27 Jun 2024 21:52 WIB

Mantan Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar Dituntut 8 Tahun Penjara

Ini bukan kali pertama Emirsyah Satar diadili di meja hijau

Terdakwa kasus korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 di maskapai PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar (kiri) berjalan usai menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (27/6/2024). Jaksa Penuntut Umum menuntut Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar delapan tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan pidana kurungan dan Mantan Direktur PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo enam tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan pidana kurungan.
Foto: ANTARA FOTO/ Erlangga Bregas Prakoso
Terdakwa kasus korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 di maskapai PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar (kiri) berjalan usai menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (27/6/2024). Jaksa Penuntut Umum menuntut Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar delapan tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan pidana kurungan dan Mantan Direktur PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo enam tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan pidana kurungan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dituntut pidana 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider pidana kurungan enam bulan dalam kasus pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia. Emirsyah dinilai terbukti melakukan korupsi PT Garuda Indonesia. 

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Emirsyah Satar oleh karena itu dengan pidana penjara selama delapan tahun. Menjatuhkan pidana denda terhadap terdakwa Emirsyah Satar sejumlah Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan," ucap jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2024).

Baca Juga

Emirsyah juga dituntut pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar 86.367.019 dolar AS. Jika uang pengganti tidak dibayar satu bulan setelah putusan inkrah, harta bendanya dapat disita dan dilelang jaksa atau diganti pidana penjara empat tahun.

"Atau apabila terpidana membayar uang pengganti yang jumlahnya kurang dari kewajiban pembayaran dari uang pengganti, maka jumlah uang pengganti yang dibayarkan tersebut akan diperhitungkan dengan lamanya pidana tambahan berupa pidana penjara sebagai pengganti kewajiban membayar uang pengganti," ujar jaksa.

Menurut jaksa, Emirsyah Satar terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama, melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Menurut jaksa, hal-hal yang memberatkan dalam menjatuhkan tuntutan terhadap Emirsyah, yaitu perbuatannya tidak mendukung pemerintah dalam penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi.

"Perbuatan Terdakwa menyebabkan kerugian keuangan negara yang cukup besar. Terdakwa tidak merasa bersalah dan tidak menyesali perbuatannya," sambung jaksa.

Sementara itu, hal yang meringankan ialah Emirsyah dinilai bersikap sopan dalam persidangan. Dalam perkara ini, Emirsyah dinilai terbukti secara tanpa hak menyerahkan rencana pengadaan armada (fleet plan) PT Garuda Indonesia kepada mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo yang juga duduk sebagai terdakwa.

Rencana pengadaan armada yang sejatinya rahasia perusahaan tersebut kemudian diserahkan kepada pabrikan Bombardier. Emirsyah dinilai terbukti mengubah rencana kebutuhan pengadaan pesawat dari 70 kursi menjadi 90 kursi, tanpa terlebih dahulu ditetapkan dalam rencana jangka panjang perusahaan.

Ia juga diyakini memerintahkan bawahannya untuk mengubah kriteria pemilihan dalam pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia tanpa persetujuan dari dewan direksi. Emirsyah pun dinilai jaksa telah terbukti bersekongkol dengan Soetikno Soedarjo selaku penasihat komersial (commercial advisory) Bombardier dan Avions De Transport Regional (ATR) untuk memenangkan Bombardier dan ATR dalam pemilihan pengadaan pesawat pada PT Garuda Indonesia.

Padahal, pesawat jenis Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 tidak sesuai dengan konsep bisnis PT Garuda Indonesia yang menyediakan pelayanan penuh (full service). Perbuatan Emirsyah Satar tersebut, kata jaksa, mengakibatkan kerugian keuangan negara pada PT Garuda Indonesia dengan jumlah total 609.814.504 dolar AS.

Ini bukan kali pertama Emirsyah diadili di meja hijau. Sebelumnya, Emirsyah Satar telah divonis dalam perkara berbeda.

Pada 8 Mei 2020, Dirut PT Garuda Indonesia 2005–2014 itu divonis delapan tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan. Majelis hakim juga memutuskan agar Emirsyah membayar uang pengganti sebesar 2.117.315 dolar Singapura.

Vonis tersebut ialah karena Emirsyah dinilai terbukti menerima suap senilai Rp 49,3 miliar dan pencucian uang senilai sekitar Rp 87,464 miliar.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement