Jumat 28 Jun 2024 15:49 WIB

Penghuni Masjid Tenda Gaza dan Cita-Cita Syahid Bersama Alquran

Jika wafat ingin dalam keadaan menghafal Alquran

Masjid Tenda di Gaza
Foto: X
Masjid Tenda di Gaza

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Di tengah teriknya musim panas di Gaza, sekelompok gadis dan perempuan berjalan menuju tenda masjid di Deir Al Balah, melewati jalan-jalan yang dibanjiri air limbah dan dipenuhi reruntuhan akibat pengeboman Israel.

Pada tanggal 4 Juni 2024, masjid tenda menjadi saksi peristiwa penting ketika enam wanita membacakan seluruh Alquran dari hafalan dalam sekali duduk. Shaymaa Abualatta yang berusia dua puluh tahun memutuskan untuk mendokumentasikan peristiwa tersebut.

Baca Juga

“Ketika gadis-gadis itu selesai membaca, kami semua menangis dan bersyukur kepada Allah atas berkah yang luar biasa ini,” kata Shaymaa, dilansir dari laman TRT World, Jumat (28/6/2024)

“Saya merasa sangat bersyukur menyaksikan orang-orang menyimpan Alquran di dalam hati mereka, terutama di masa-masa sulit ini. Itu sangat berkesan,” ujarnya.

Sebelum perang, Shaymaa adalah mahasiswa teknik komputer tahun ketiga di Universitas Islam Gaza. Hidupnya berkisar pada universitas, lingkungan, dan keluarganya. Namun, perang membalikkan segalanya.

photo
Pengungsi Palestina melaksanakan salat Jumat di samping reruntuhan Masjid Al-Islam, yang sebelumnya hancur akibat serangan udara Israel, di Khan Yunis, Jalur Gaza selatan, (24/5/2024). - (EPA-EFE/HAITHAM IMAD)

Rumah keluarga Shaymaa di Shejaiya, salah satu lingkungan terbesar di Gaza, dihancurkan oleh penembakan dan serangan udara Israel. Keluarga tersebut harus segera mengungsi, masing-masing hanya membawa satu tas.

Shaymaa mengatakan, mereka telah mengungsi berkali-kali sehingga dia tidak dapat menghitungnya, namun dengan jelas dia mengingat tiga kejadian di mana dia selamat dari pengalaman mendekati kematian selama serangan udara, di mana beberapa di antaranya menghantam di dekatnya dan memecahkan jendela mereka.

Setelah tiba di Deir Al Balah di Gaza tengah, dan tinggal selama lebih dari enam bulan di tenda-tenda yang dibangun dengan tergesa-gesa dan penuh sesak tanpa akses terhadap listrik, air bersih, atau perlindungan dari panas yang ekstrim, Shaymaa, keluarganya dan orang lain di kamp tenda merasa sangat tertekan. mereka “harus melakukan sesuatu untuk menjaga kewarasan mereka.”

“Kami perlu mendapatkan kembali esensi dari kehidupan kami sebelumnya. Rutinitas kami berubah menjadi serangan udara, pemboman, dan duka karena kehilangan orang-orang terkasih,” katanya.

Shaymaa kehilangan 70 anggota keluarganya, termasuk nenek, sepupu, dan pamannya.

 

Ingin wafat dalam keadaan menghafal Alquran...

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement