REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pembatasan aktivitas masyarakat, khususnya bagi kalangan remaja, dinilai bisa menjadi salah satu solusi dalam mencegah aksi tawuran. Sosiolog dari Universitas Negeri Padang (UNP) Sumatera Barat (Sumbar) Erianjoni berpendapat perlu pembatasan kegiatan saat malam hari.
"Agar tidak ada lagi anak-anak yang keluyuran di atas pukul 00.00 WIB," kata sosiolog dari UNP Erianjoni di Padang, Jumat (28/6/2024).
Erianjoni mengemukakan hal itu ketika merespons kasus meninggalnya seorang pelajar sekolah menengah pertama (SMP) sederajat di bawah Jembatan Kuranji, Kota Padang. Saat ini kasus tersebut masih dalam penyelidikan pihak kepolisian terkait dengan penyebab kematiannya.
Menurut dia, pembatasan tersebut penting mengingat secara geografis Kota Padang mudah diakses dari berbagai penjuru wilayah. Dengan kondisi itu, potensi kenakalan remaja seperti tawuran berpeluang besar terus terjadi jika tidak diantisipasi.
Selain itu, Sekretaris UNP tersebut menilai pencegahan tawuran dengan mendatangkan psikolog ke setiap satuan pendidikan untuk memberikan pemahaman dan pendewasaan berpikir kepada masing-masing pelajar. "Kita juga perlu melakukan kampanye-kampanye antitawuran yang menyasar anak didik," kata dia.
Solusi lainnya yaitu dengan memperbanyak kegiatan positif seperti perlombaan antarsekolah, tingkat kecamatan hingga kota dan kabupaten yang bisa menjadi wadah penyaluran bakat anak didik. Peralihan dari usia anak-anak ke remaja, kata dia, cukup rentan sehingga butuh pendampingan dan penanganan yang tepat oleh keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.
"Kalau tidak ada gerakan pemerintah daerah dan sekolah mengantisipasi tawuran, saya rasa perbuatan ini akan terus terjadi," ujarnya.
Ketua Harian Kompolnas Benny Jozua Mamoto memandang perlu fakta-fakta untuk mengungkap kasus tewasnya Afif Maulana (13) seorang pelajar SMP di Kuranji, Padang. "Ketika isu yang beredar tidak berangkat dari fakta yang bisa dibuktikan, ini akan membuat bingung publik," kata Benny.