REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Seperti namanya, Kelana, pria asal Semarang ini akhirnya bisa sampai ke Tanah Suci setelah menjalani pengembaraan hidup yang berliku. Dia pernah menjelajahi nyaris separuh Indonesia, bahkan beberapa negara dunia pernah dikunjunginya. Namun ketika menginjakkan kaki di Tanah Suci semuanya berbeda.
Semua kesombongannya runtuh saat menginjakkan kaki di Masjidil Haram. Semuanya. Dan ketika sampai ke Masjid Nabi, Masjid Nabawi di Kota Madinah, air mata rindunya kepada Rasulullah tidak mampu lagi dia sembunyikan.
Saat berziarah ke Pemakaman Baqi di Kota Madinah, Kelana berjalan tanpa sedetik pun bibirnya lepas dari melafalkan shalawat. Di jalan berbatu yang membelah makam keluarga Nabi tersebut, pria berusia nyaris setengah abad itu berkisah tentang kegembiraannya bisa sampai ke Tanah Suci.
"Saya tidak menyangka bisa terpilih sebagai petugas haji. Rekan-rekan saya di kantor juga sempat tidak percaya," kata Kelana sembari menahan haru.
Wartawan senior Suara Merdeka ini awalnya tidak yakin bisa berhaji, apalagi pergi sebagai petugas. Ketidakyakinannya muncul karena faktor kesehatan yang dia khawatirkan.
Namun, Allah punya kehendak lain. Di Tanah Suci, justru tubuhnya mampu beradaptasi dengan ganasnya cuaca Negeri Dua Kota Suci.
"Di Indonesia, saya biasanya jalan tidak lebih dari satu sampai dua kilometer. Tapi di sini (Madinah dan Makkah) saya mampu berjalan sampai 15 kilometer setiap harinya tanpa lelah," ucap Kelana.
Selama di Tanah Suci, Kelana bertugas di Media Center Haji (MCH) Daerah Kerja (Daker) Madinah. Tak hanya membuat berita, sebagai Petugas Penyelenggara Haji Indonesia (PPIH), Kelana juga punya tanggung jawab yang tidak kalah penting: membantu jamaah.
Tugasnya membantu jamaah bukan perkara ringan. Mulai dari membantu jamaah tiba di hotel, mengantarkan jamaah nyasar selepas sholat di masjid, hingga menolong lansia mencarikan taksi untuk pulang ke pemondokan. "Berkah semua itu," ujar pria yang memiliki dua anak dari satu istri tersebut.
Kelana bercerita, jika istri dan anaknya tidak mengizinkannya beraktivitas terlalu berlebihan ke luar kota. Namun untuk naik haji beda cerita. Menjadi petugas haji bagi Kelana bukan sekadar panggilan tugas, tapi juga suatu kebanggaan melayani tamu Allah. "Istri dan anak saya mengizinkan kalau saya berangkat haji," ucap dia.
Selama bertugas, Kelana selalu menjaga ritme agar tetap bugar dengan mengkonsumsi vitamin. Tak hanya memikirkan berita, dia juga bercerita tentang gembira dan sedihnya menolong jamaah.
Pada akhirnya, Kelana mampu melewati batas kemampuan dirinya hingga menyelesaikan misinya sebagai Petugas Haji. "Alhamdulillah," kata dia.
Pengalaman spiritual menjadi petugas juga dirasakan Asep yang menangis saat membantu jamaah stroke....