Sabtu 29 Jun 2024 05:36 WIB

Fakta Baru di Sidang SYL, Green House Milik Bos Parpol Diduga Terkait Aliran Dana Kementan

Diduga ada aliran dana Kementan untuk pembangunan green house di Kepulauan Seribu.

Red: Andri Saubani
Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian Syahrul Yasin Limpo berkonsultasi dengan kuasa hukum saat menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (28/6/2024). Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dijatuhi hukuman penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan enam bulan dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian.
Foto: Republika/Prayogi
Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian Syahrul Yasin Limpo berkonsultasi dengan kuasa hukum saat menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (28/6/2024). Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dijatuhi hukuman penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan enam bulan dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penasihat hukum mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), Djamaludin Koedoeboen secara tiba-tiba menyinggung soal green house di Kepulauan Seribu milik pimpinan partai tertentu. Ia menduga, ada aliran dana dari Kementerian Pertanian (Kementan) untuk pembangunan green house itu.

“Ada permohonan green house di Pulau Seribu, yaitu milik pimpinan partai tertentu yang diduga itu adalah duit dari Kementan juga, dan ada banyak lagi hal yang lain,” kata Koedoeboen di akhir sidang pembacaan tuntutan ketika diminta majelis hakim menanggapi tuntutan jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (28/6/2024).

Baca Juga

Menurut Koedoeboen, dugaan korupsi di Kementan bukan hanya perihal perkara yang melibatkan SYL yang tengah bergulir di meja hijau. Dia juga ingin jaksa KPK mengusut seseorang bernama Hanan Supangkat.

“Siapa itu Hanan Supangkat? Tolong itu juga menjadi perhatian bagi rekan-rekan (jaksa KPK), ada equal (setara) di sini, ada equality before the law (persamaan di hadapan hukum). Jangan sampai ada kemudian terkesan seolah-olah ada tebang pilih dalam proses penegakan hukum di republik yang kita cintai ini,” ujarnya.