REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Salah seorang leluhur para habaib yang mulia adalah Muhammad bin Ali Ba’alawi (574 H / 1178 M – 653 H/ 1256 M) atau yang dikenal dengan julukannya ‘si ahli fikih utama zahir dan batin’ atau al-faqih al-muqaddam. Dialah yang kelak menurunkan banyak alim dan waliyullah dengan berbagai marga, seperti Assegaf, Basyaiban al-Husaini, bin Syihabudin (Shihab/Shahab) Alaydrus, al-Attas, al-Kherid, Baharun, bin Syekh Abubakar, dan banyak lagi.
Ada sebuah kisah menarik tentangnya. Suatu ketika dia berjalan ke arah pantai mendekati jilatan air di sana. Dari kejauhan, seorang anaknya mengikuti si ayah untuk mengetahui apa yang akan dilakukan. Ketika al-Faqih al-Muqaddam sampai di tepi lautan, dia mengumandangkan laa ilaaha illa Allah. kemudian semua makhluk yang ada di sekitarnya ikut berdzikir kalimat tahlil tersebut.
Kisah ini begitu masyhur di kalangan ulama pegiat tarekat. Ini merupakan kisah yang menggugah kesadaran pelaku spiritualisme untuk memperbanyak dzikir mengingat Allah.
Semasa hidupnya, al-Faqih al-Muqaddam dikabarkan mampu melihat masa depan keturunannya. Dia melihat anak, cucu, cicit, dan sesudahnya, akan banyak menghadapi rintangan dakwah. Ada yang menzalimi mereka, menghalangi dakwahnya, dan lain sebagainya.
Berdasarkan penyingkapan tabir penglihatan batin tersebut, dia memohon tiga hal kepada Allah, sebagaimana ditulis oleh mantan Ketua Umum Rabithah Alawiyah sekaligus pernah menjabat mustasyar PBNU Habib Zen bin Umar bin Smith dalam bukunya Rangkaian Mutiara 99 Tokoh Ulama Dzuriyat Rasulullah dari Masa ke Masa.
Doa tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, agar anak, cucu, cicit, dan keturunan setelahnya senantiasa tawadhu’, rendah hati, sehingga perangai dan kepribadian mereka sama dengan akhlak orang-orang yang miskin. Maksud doa ini adalah agar anak cucunya terhindar dari sifat takabur dan menjauhkan diri dari kekerasan, dan menggantinya dengan akhlak sebagai bagian dari dakwah yang disebarkannya.
Kedua, agar mereka terselamatkan dari segala kezaliman penguasa yang akan menyusahkan hidup dan gerak dakwah mereka. Al-Faqih al-Muqaddam bedoa kepada Allah agar selalu memudahkan mereka berdakwah menyampaikan pesan takwa kepada banyak orang, sehingga mereka menjadi orang beriman yang selalu berpegang teguh pada Alquran dan sunnah Nabi Muhammad.
Ketiga, memohon kepada Allah agar menjelang wafat, mereka selalu dilindungi oleh Allah dari godaan dunia yang bisa merusak agamanya, selalu dalam keimanan, dan husnul khatimah.