REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di Indonesia, masyarakat biasanya menyambut kedatangan jamaah haji dari Tanah Suci bukan hanya dengan suka cita, tetapi juga membuat sapaan baru. Orang-orang yang telah menjadi tamu Allah itu digelari sebagai "haji."
Apakah menyandang gelar haji dapat digolongkan sebagai perbuatan pamer (riya) atau kesombongan? Seperti dilansir dari laman Rumah Fiqih, Ustaz Ahmad Sarwat Lc menjelaskan, faktor niat perlu ditelaah terlebih dahulu.
Nabi Muhammad SAW bersabda, "Sesungguhnya, tiap amal itu tergantung pada niatnya." Maka, gelar haji bisa menjadi riya bagi mereka yang memang berniat pamer.
Bahkan, hal ini berlaku bukan hanya bagi gelar haji. Predikat apa pun bisa menjadi medium perbuatan pamer, baik itu gelar kesarjanaan, keningratan, kepahlawanan, maupun lain sebagainya.
Sementara itu, niat adalah aktivitas hati. Alhasil, standarisasi baik atau buruknya gelar haji bisa berbeda-beda untuk tiap orang.
"Kalau kembali kepada hukum syariat, yang diharamkan adalah gelar-gelar yang mengandung ejekan, baik orang yang diberi gelar itu suka atau tidak suka," kata Ustaz Ahmad.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٌ مِّنۡ قَوۡمٍ عَسٰٓى اَنۡ يَّكُوۡنُوۡا خَيۡرًا مِّنۡهُمۡ وَلَا نِسَآءٌ مِّنۡ نِّسَآءٍ عَسٰٓى اَنۡ يَّكُنَّ خَيۡرًا مِّنۡهُنَّۚ وَلَا تَلۡمِزُوۡۤا اَنۡفُسَكُمۡ وَلَا تَنَابَزُوۡا بِالۡاَلۡقَابِؕ بِئۡسَ الِاسۡمُ الۡفُسُوۡقُ بَعۡدَ الۡاِيۡمَانِ ۚ وَمَنۡ لَّمۡ يَتُبۡ فَاُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوۡنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok).
Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim."
Secara hakikat, gelar "haji" tidak mengandung ejekan. Jadi, tidak ada yang salah dengan predikat itu bila memang sudah menjadi kelaziman di suatu masyarakat.
Yang jelas, gelar haji memang bukan hal yang ditetapkan secara syariat, melainkan muncul sebagai sebuah konvensi atau tradisi di tengah kelompok masyarakat tertentu. Secara hukum, penyematan gelar itu pun tidak terlarang, termasuk di Indonesia.