REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga think tank yang berbasis di London mengungkapkan bahwa penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik di Indonesia mencapai rekor baru. Ember mencatat sebanyak 61,8 persen listrik yang diproduksi di Indonesia berasal dari batu bara.
Angka ini membawa Indonesia menyalip Polandia sebagai pemakai batu baru untuk pembangkit listrik pada tahun 2023 setelah menyalip Cina pada tahun 2022. Dalam laporannya, Ember mengatakan dua pertiga atau 67 persen permintaan listrik Indonesia pada tahun 2023 dipenuhi dengan pembangkit listrik batu bara.
Dalam laporan itu, Ember mengatakan permintaan energi Indonesia pada tahun 2023 naik menjadi 17,1 terawatt-per jam (TWh) atau naik 5,1 persen dibandingkan tahun 2022. Di saat yang sama, produksi listrik dari batu bara meningkat sebesar 11,5 TWh naik 5,6 persen dari tahun sebelumnya.
"Sebagian besar sisa sepertiga kenaikan permintaan itu dipenuhi dengan gas sekitar 31 persen," kata Ember dalam laporan tersebut, Senin (1/7/2024).
Pembangkit listrik tenaga surya dan angin hanya menyumbang 2,3 persen untuk memenuhi naiknya permintaan itu. Sementara, pembangkit listrik tenaga hidro turun 10 persen dibandingkan tahun 2022.
Penurunan pembangkit listrik tenaga air diimbangi dengan peningkatan pembangkit listrik bioenergi sebesar 9 persen. Ember mengatakan sejak Indonesia memulai membangun pembangkit listrik tenaga angin dan surya pertamanya pada tahun 2013, pertumbuhannya berjalan lambat.
"Pada tahun 2023, pembangkit listrik tenaga angin dan surya mencapai 1,2 TWh, menambahkan 0,4 TWh tenaga listrik bersih ke dalam jaringan listrik. Secara keseluruhan, pembangkit listrik bersih pada tahun 2023 turun sebesar 0,3 persen," kata Ember.
Pada tahun 2023, Indonesia juga menjadi negara penghasil listrik tenaga batu bara terbesar kelima di dunia, untuk pertama kalinya menyalip Korea Selatan. Di antara 10 pasar batu bara terbesar di dunia, Indonesia mengalami peningkatan tercepat, naik dari peringkat ke-11 pada tahun 2015 ke peringkat kelima hanya dalam waktu delapan tahun.
"Kenaikan ini termasuk melampaui Australia pada tahun 2018, Jerman pada tahun 2019, Rusia pada tahun 2020, dan Afrika Selatan pada tahun 2022," kata laporan Ember.
Laporan itu mengatakan naiknya posisi Indonesia selama enam tahun terakhir didorong lonjakan pembangkit listrik tenaga batu bara sebanyak 74 persen dari 125 Twh pada tahun 2015 menjadi 217 Twh pada tahun 2023. Hal ini menunjukkan tingkat pertumbuhan gabungan tahunan sebesar 7,1 persen per tahun.
Pembangkit listrik surya dan angin Indonesia hanya tumbuh 1,2 Twh sejak Perjanjian Paris 2015 lalu dan hanya menyumbang 4 persen dari total pertumbuhan energi terbarukan. Di periode yang sama, pembangkit listrik biofuel naik dua kali lipat dari 9,8 Twh pada tahun 2015 menjadi 22 Twh pada tahun 2023.
"Ini menyumbang 40 persen dari pertumbuhan energi terbarukan (Indonesia), dengan sisanya berasal dari pembangkit listrik tenaga hidro sebanyak 34 persen dan geothermal sebanyak 22 persen," kata Ember.
Menurut lembaga think tank itu, sumber daya dari angin dan matahari dapat digunakan lebih cepat daripada sumber listrik terbarukan lainnya dan juga merupakan sumber listrik termurah. Ember mengatakan dengan mempercepat penyebaran dua sumber energi itu, maka Indonesia dapat memenuhi kebutuhan listriknya yang terus meningkat dengan energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada batu bara.