Senin 01 Jul 2024 17:50 WIB
Red: Agung Sasongko
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ribuan pria Yahudi ultra-Ortodoks bentrok dengan polisi Israel pada Ahad (30/6), saat demo tolak putusan Mahkamah Agung Israel yang mengharuskan mereka ikut wajib militer. Seorang pendemo memegang papan bertuliskan, “Kami menolak menjadi tentara demi agama Zionis”.
Pendemo lainnya menuliskan, "Israel bukanlah Negara Yahudi, melainkan Negara Zionis, orang Yahudi bukanlah Zionis, dan kami tidak akan mengorbankan anak-anak kami”.
Pekan lalu, Mahkamah Agung Israel memutuskan bahwa negaranya harus mulai merekrut siswa seminari Yahudi ultra-Ortodoks untuk mengikuti wajib militer.
Sebelumnya, selama beberapa dekade, mereka dikecualikan dari wamil dengan alasan keagamaan. Putusan itu dapat menyebabkan kemungkinan runtuhnya koalisi pemerintahan Netanyahu, seperti dilaporkan AP.
Pemerintahan Netanyahu belum menanggapi aksi demo tersebut, tapi katakan tetap berkomitmen berjuang untuk ’mencapai tujuan’ mereka. “Kami berkomitmen terhadap keinginan mereka (tentara Israel) yang gugur – untuk terus melanjutkannya sampai Hamas benar-benar dikalahkan,” kata Netanyahu dalam rapat kabinet pada Ahad (30/6) lalu.
Israel klaim lebih dari 600 tentaranya tewas sejak 7 Oktober, dan puluhan ribu tentara cadangan telah diaktifkan — sehingga harus mengorbankan karier, bisnis, dan kehidupan mereka.
Konflik Hamas-Israel di Gaza kembali memanas setelah Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan 1.200 orang dan menyandera 252 orang, menurut penghitungan Israel.
Setidaknya hampir 38 ribu warga Palestina tewas dan lebih dari 85.523 terluka dalam serangan Israel, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Sebelum 7 Oktober 2023, sebanyak 6.180 warga Palestina tewas akibat pendudukan dan konflik berdasarkan catatan tahun 2008-2022 dari Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA). Korban tewas Israel mencapai 279 jiwa selama periode yang sama.