Selasa 02 Jul 2024 07:03 WIB

Kasus Santriwati 13 Tahun Meninggal di Lombok Barat, Begini Kebijakan Kemenag

Kesehatan akan dicantumkan sebagai syarat masuk pondok pesantren.

Sejumlah santri mengikuti Tahfidzul Quran (hafalan Al Quran) di Masjid Al-Kautsar Pondok Pesantren Al-Aziziyah, Lombok Barat, NTB, Ahad (17/3/2024). Tahfidzul Quran tersebut merupakan program wajib bagi santri dan menjadi ciri khas pada momentum Ramadhan dengan menggelarnya secara berjamaah menjelang berbuka puasa di 12 asrama santri yang ada di Pondok Pesantren tersebut.
Foto: ANTARA FOTO/Dhimas Budi Pratama
Sejumlah santri mengikuti Tahfidzul Quran (hafalan Al Quran) di Masjid Al-Kautsar Pondok Pesantren Al-Aziziyah, Lombok Barat, NTB, Ahad (17/3/2024). Tahfidzul Quran tersebut merupakan program wajib bagi santri dan menjadi ciri khas pada momentum Ramadhan dengan menggelarnya secara berjamaah menjelang berbuka puasa di 12 asrama santri yang ada di Pondok Pesantren tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM — Kementerian Agama Wilayah Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat membuat kebijakan baru menyusul adanya kasus dugaan penganiayaan santriwati Pondok Pesantren Al-Aziziyah berinisial NI (13) yang kini telah meninggal usai menjalani perawatan medis di RSUD dr. Raden Soedjono.

"Jadi, yang masuk ke pondok itu nantinya yang sudah dinyatakan sehat betul. Tidak membawa penyakit dari luar, seperti mag, asma, 'kan bolak-balik itu," kata Kepala Kemenag Lombok Barat Haryadi Iskandar di Mataram, Senin.

Baca Juga

Menurut dia, dengan mencantumkan kesehatan sebagai syarat masuk pondok pesantren, proses belajar mengajar akan berjalan lancar."Aspek itu (syarat kesehatan) yang nanti akan kami sampaikan ke forum pondok pesantren. Kami akan kumpulkan pimpinan pondok dalam rangka menjaga itu," ujarnya.

Selain syarat kesehatan, Kemenag juga akan mengevaluasi kemampuan pondok pesantren menampung santri baru serta kelengkapan dari sarana pendukung, salah satunya kebutuhan air bersih."Termasuk pakaian juga, sering anak-anak pondok, pakaiannya sering transparan," ucap dia.

Perihal kasus dugaan penganiayaan santriwati NI yang kini sedang berjalan di kepolisian, Haryadi menegaskan pihaknya menghormati proses hukum tersebut. Pihaknya juga sudah menyambangi Pondok Pesantren Al-Aziziyah untuk melihat situasi belajar mengajar sekaligus meminta klarifikasi terkait adanya kasus tersebut.

 
photo
Anak-anak menerima daging kurban dari santri di Pondok Pesantren Tafsir Al-Quran Husainiyah, Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (17/6/2024). Sebanyak 400 bungkus daging kurban dibagikan kepada generasi penghafal Al-Quran yang bermukim di pesantren serta warga sekitar. - (Republika/Thoudy Badai)

"Tentu kami akan melakukan tindakan jika kejadiannya (dugaan penganiayaan) benar ada, tergantung hasil pengadilan dan ada kekerasan atau yang tidak sesuai," kata Haryadi.

Tindakan dari kemenag, jelas dia, bisa mengarah pada pencabutan izin yayasan. Namun, tindakan tersebut dinilai sebagai upaya akhir pihak Kemenag.

"Awalnya kami berikan surat teguran dua tiga kali agar menjaga keamanan di dalam pondok. Kalau masih ada, kami akan mengusulkan agar menginvestigasi sebagai pertimbangan pencabutan izin," ujarnya.

Namun demikian, sanksi pencabutan izin ini hanya berlaku bagi persoalan yang bersifat kelembagaan, berbeda dengan kasus penganiayaan yang terungkap akibat perbuatan perorangan."Jika tindakan karena perorangan, maka lain lagi, kalau tindakan dilakukan secara kelembagaan, maka yang bertanggung jawab adalah lembaga," ucapnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement