Selasa 02 Jul 2024 15:09 WIB

Santriwati Dinikahi tanpa Wali, MUI: Akad tidak Sah

MUI menyoroti kasus pernikahan santriwati di bawah umur dan tanpa wali.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Hasanul Rizqa
Ketua Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa (PDPAB) Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Masyhuril Khamis.
Foto: Dok.Republika
Ketua Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa (PDPAB) Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Masyhuril Khamis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyoroti kasus oknum pengasuh pondok pesantren (ponpes) yang menikahi santriwati di bawah umur tanpa izin orang tua. Ketua PD PAB MUI KH Masyhuril Khamis mengatakan, pernikahan demikian tidak sah karena tidak memenuhi syarat-syarat nikah, sesuai kaidah fikih Islam.

“Tidak sah menurut jumhur ulama jika pernikahan itu dilakukan tanpa wali dari nasab,” kata Kiai Masyhuril Khamis saat dihubungi Republika, Selasa (2/7/2024).

Baca Juga

Ia menjelaskan, hukum wali dalam pernikahan termasuk ranah perbedaan pendapat. Namun, mayoritas ulama menyatakan, adanya wali adalah rukun nikah. Jika tidak ada wali, maka pernikahannya tidak sah.

Hal itu berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari jalur ummul mukminin 'Aisyah binti Abu Bakar. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Siapapun wanita yang menikah tanpa izin walinya, maka nikah itu batil" (HR Ahmad, Abu Daud, Tirmizi dan Ibnu Majah).

Kiai Masyhuri mengatakan, keberadaan wali nasab dapat digantikan oleh wali hakim, tetapi dengan sejumlah syarat. Misalnya, jika seseorang tidak memiliki wali atau terpaut jarak dua marhalah (sekitar 90 kilometer) dari mempelai perempuan, maka ia boleh menikah dengan mengambil wali hakim.

“Dalam kasus tersebut, perlu diketahui jarak antara sang anak dan bapaknya. Jika ternyata dekat, maka tidak diperkenankan bagi siapapun untuk menikahkannya kecuali dengan seizin walinya,” tegas KH Masyhuril.

Di sisi lain, mazhab Hanafi berpendapat, adanya wali bukan merupakan rukun nikah. Artinya, seorang wanita Muslimah boleh menikahkan dirinya dengan seorang pria, tanpa harus ada izin dari walinya.

Kalaupun hendak mengacu pada mazhab Hanafi, yakni pernikahan tanpa wali bisa dinyatakan sah, Kiai Masyhuril menekankan pentingnya menjunjung tinggi etika yang berlaku di tengah masyarakat. Sebab, pernikahan merupakan ikatan sakral antara dua insan. Ini tidak akan dilimpahi berkah jika dilakukan dengan cara-cara mengelabui hukum.

“Jika seseorang yang mengerti hukum ini kemudian tidak menghiasi diri dengan etika, maka kalaupun pernikahannya sah, dia akan jauh dari keberkahan," kata dia..

Sebelumnya, pada 15 Agustus 2023 seorang santriwati yang berusia 16 tahun dinikahi secara siri oleh seorang pengasuh ponpes di Lumajang, Jatim. Perempuan asal Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, tersebut menikah di bawah umur dan tanpa sepengetahuan orang tuanya. Adapun oknum ponpes tersebut, yakni Muhammad Erik, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian.

 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

  • Sangat tertarik
  • Cukup tertarik
  • Kurang tertarik
  • Tidak tertarik
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَوْ جَعَلْنٰهُ قُرْاٰنًا اَعْجَمِيًّا لَّقَالُوْا لَوْلَا فُصِّلَتْ اٰيٰتُهٗ ۗ ءَاَ۬عْجَمِيٌّ وَّعَرَبِيٌّ ۗ قُلْ هُوَ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا هُدًى وَّشِفَاۤءٌ ۗوَالَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ فِيْٓ اٰذَانِهِمْ وَقْرٌ وَّهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًىۗ اُولٰۤىِٕكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَّكَانٍۢ بَعِيْدٍ ࣖ
Dan sekiranya Al-Qur'an Kami jadikan sebagai bacaan dalam bahasa selain bahasa Arab niscaya mereka mengatakan, “Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?” Apakah patut (Al-Qur'an) dalam bahasa selain bahasa Arab sedang (rasul), orang Arab? Katakanlah, “Al-Qur'an adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, dan (Al-Qur'an) itu merupakan kegelapan bagi mereka. Mereka itu (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh.”

(QS. Fussilat ayat 44)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement