Kamis 04 Jul 2024 15:28 WIB

Komnas Perempuan: Kekerasan Seksual dalam Penyelenggaraan Pemilu adalah Puncak Gunung Es

DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap alias pemecatan terhadap Hasyim Asyari.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Mas Alamil Huda
Ketua KPU Hasyim Asyari merespons putusan DKPP terkait pemecartannya sebagai ketua KPU.
Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Ketua KPU Hasyim Asyari merespons putusan DKPP terkait pemecartannya sebagai ketua KPU.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Perempuan mendukung keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas perkara pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) Nomor 90/PKE-DKPP/V/2024 oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari. DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap alias pemecatan sebagai ketua merangkap anggota KPU.

Komnas Perempuan menilai, keputusan tersebut merupakan langkah maju penyelenggara pemilu dalam melaksanakan komitmen penghapusan kekerasan seksual. Hal ini sejalan dengan mandat UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Baca Juga

"Sanksi tegas yang dijatuhkan tidak hanya akan menguatkan proses pemulihan korban, namun juga menguatkan korban-korban lain pada peristiwa serupa untuk melaporkan kasusnya, dan menjadi pesan kuat DKPP kepada seluruh penyelenggara pemilu untuk tidak melakukan kekerasan seksual," kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam keterangannya pada Kamis (4/7/2024).

Dalam perkara ini, Komnas Perempuan mengapresiasi keberanian korban untuk mengeklaim hak keadilan dan pemulihan atas kekerasan seksual yang dialaminya dalam pekerjaannya sebagai Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN). Ini adalah satu dari empat kasus yang telah dilaporkan ke DKPP dan dalam pantauan Komnas Perempuan.

Tiga lainnya adalah kasus H dengan teradu Ketua KPU Hasyim Asy’ari, kekerasan seksual yang dilakukan Ketua KPU Manggarai Barat, dan juga aduan kekerasan berbasis gender oleh Ketua KPU Kabupaten Labuhanbatu Selatan yang masih dalam proses pemeriksaan.

"Komnas Perempuan mencatat kasus kekerasan seksual dalam proses penyelenggaraan pemilu adalah puncak gunung es," ujar Andy.

Andy menyatakan, kekerasan yang dialami korban kerap tidak dilaporkan karena tebalnya relasi kuasa antara korban dan pelaku. Jenis kekerasan seksual juga beragam mulai dari kekerasan seksual fisik dan nonfisik, berbasis online hingga pemerasan dan eksploitasi seksual. Perangkat hukum pun menurut Andy tidak serta merta memberikan perlindungan karena kondisi relasi kuasa ini.

"Akibatnya impunitas bagi pelaku terus terjadi, kasus berulang dan korban terabaikan dari proses pemulihan. Isu kekerasan seksual juga kerap diprasangkai sebagai hubungan suka sama suka yang mengakibatkan korban semakin terbungkam," ujar Andy.

Menindaklanjuti putusan tersebut, Komnas Perempuan merekomendasikan perbaikan sistematis melalui penegasan larangan setiap bentuk kekerasan berbasis gender dan seksual dalam KEPP, membangun kebijakan, pedoman dan mekanisme pencegahan dan penanganan kasus kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan seksual (SOP PPKS) di lingkungan KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan DKPP, serta peningkatan kapasitas analisis gender dari pihak-pihak yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan mekanisme tersebut.

Dalam upaya tersebut, KPU perlu menegaskan kembali Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2021 khususnya Pasal 90 ayat 4 yang mengatur bahwa Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota dilarang: (a). melakukan perbuatan yang tercela, dilarang atau bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan norma yang berlaku di masyarakat; (b). melakukan pernikahan dengan sesama penyelenggara Pemilu selama masa jabatan; (c). melakukan pernikahan siri dan tinggal bersama tanpa ikatan perkawinan yang sah; dan (d). melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan.

"Juga menambahkan larangan melakukan segala kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan," ujar Andy.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement