Kamis 04 Jul 2024 21:15 WIB

Ikut FGD Republika Sehati untuk Bumi, Ini Usulan Pupuk Indonesia dalam Mendorong ESG

Pupuk Indonesia adalah pihak yang terdampak langsung perubahan iklim.

Rep: Lintar Satria/ Red: Ahmad Fikri Noor
Peserta mengikuti Focus Group Discussion Republika bertajuk Rembuk ESG untuk Indonesia di Gedung Bursa Efek Indonesia Jakarta, Kamis (4/7/2024).
Foto: Edwin Putranto/Republika
Peserta mengikuti Focus Group Discussion Republika bertajuk Rembuk ESG untuk Indonesia di Gedung Bursa Efek Indonesia Jakarta, Kamis (4/7/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pupuk Indonesia (Persero) menjadi pendukung acara Focus Group Discussion (FGD) Rembuk untuk Indonesia: Sehati untuk Bumi yang diselenggarakan Republika. Perwakilan dari Pupuk Indonesia menyampaikan  sejumlah gagasan untuk mendukung implementasi nilai-nilai Environmental, Social, and Governance (ESG) di Indonesia. Salah satu usulannya adalah pemberian tanda untuk produk-produk yang diproduksi oleh perusahaan yang telah menjalankan praktik ESG.

SPM Green Energy, Blue and Green Amonia PT Pupuk Indonesia M Rozikin Busro mengatakan, bila belum ada peraturan dan insentif yang jelas dalam penerapan ESG, maka sosialisasinya bisa dilakukan pada produk.

Baca Juga

"Salah satu produk hijau, kalau hijau itu hanya E (di ESG), kalau sudah bisa S dan G maka secara otomatis ESG sudah terpenuhi. Kalau ada trademark maka produk itu memiliki unsur kehijauan, sosialnya bagus, tata kelolanya bagus, maka orang membeli itu jadi memiliki andil dalam menjaga lingkungan," katanya, Kamis (7/4/2024).

Rozikin mengatakan, Pupuk Indonesia adalah pihak yang terdampak langsung perubahan iklim. Sebab, mayoritas konsumen pupuk merupakan petani. Sementara, pertanian adalah sektor yang sangat rentan terhadap perubahan lingkungan dan iklim.

"Katakanlah bila terjadi pergeseran musim yang disebabkan dampak lingkungan, secara otomatis para petani akan menggeser masa tanamnya, atau mereka tidak membeli pupuk. Itu mempengaruhi pemasaran maupun sistem produksi kami," ujarnya.

Rozikin menjelaskan, Pupuk Indonesia memiliki kewajiban untuk terus memproduksi pupuk demi menjaga ketahanan pangan. Akan tetapi, jika petani tidak bisa membeli maka bisa berdampak pada persoalan kelebihan stok dan memenuhi gudang-gudang yang ada. 

Rozikin juga merekomendasikan adanya climate stress test atau climate assessment. Climate stress test merupakan alat yang digunakan untuk menilai kerentanan suatu entitas terhadap risiko yang terkait dengan perubahan iklim.

"(Untuk mengetahui) seberapa besar sih dampaknya, jadi kami bisa prediksi, kami bisa atur, kapan kami bisa produksi besar, kapan kami menyesuaikan dengan lingkungan, iklim," katanya.

FGD Republika Sehati untuk Bumi ini berhasil terselenggara berkat dukungan PT Pertamina (Persero), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Telkomsel, PT Bukit Asam Tbk, PT Pupuk Indonesia (Persero), dan Bursa Efek Indonesia. Diskusi ini dihadiri berbagai pemangku kepentingan mulai dari unsur pemerintah, korporasi, akademisi, dan pemerhati lingkungan.

Para stakeholder ini berbagi pengalaman dan tantangan untuk memenuhi ESG. Kemudian, bagaimana ESG dapat diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan mendorong target pemerintah dalam mencapai net-zero 2060.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement