JAKARTA -- Eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengklaim dirinya menjadi korban framing atau pembentukan opini framing oleh pihak tertentu.
Hal tersebut dikatakan SYL saat membacakan nota pembelaan (pledoi) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (5/7/2024).
SYL mengatakan framing tersebut mengarah pada cacian, hinaan, olok-olok serta tekanan yang luar biasa. Bahkan, SYL menyebut framing itu tidak hanya terjadi di tingkat persidangan. Tapi sudah terjadi sejak di tingkat pemeriksaan di KPK.
Salah satu framing yang dimaksud SYL yaitu saat dirinya dikatakan menghilang dan melarikan diri. Padahal, saat itu SYL mengklaim tengah menunaikan tugas negara di luar negeri. Menurutnya, framing itu melampaui batas keadaban masyarakat Indonesia karena sudah mengarah pada berita bohong (hoax).
”Hal tersebut membuat saya hampir merasa putus asa, mengingat saya selama ini hanya berniat untuk bekerja memberikan pengabdian terbaik bagi bangsa dan negara,” kata SYL dalam pledoinya itu.
SYL menyoroti pembentukan opini itu seolah menjadi vonis yang mendahului putusan hakim. Hal itu, kata dia, mengabaikan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence).
”Psikologi yang terbentuk membuat kepanikan dan ketakutan bagi orang-orang yang sebenarnya mau memberikan dukungan (kepada SYL), baik fakta maupun moril,” ujar SYL.
SYL juga mengamati framing buruk kepada dirinya diproduksi secara sistematis. Terbukti, ada banyak tuduhan sesat yang terus terkapitalisasi yang menganggap dirinya sebagai manusia yang rakus dan maruk.
”Hal tersebut (tuduhan sesat, Red) saya yakini dirangkai untuk mempengaruhi publik dan membunuh karakter saya dan mungkin juga berniat untuk mempengaruhi majelis hakim dalam memutuskan perkara ini,” ucap mantan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) tersebut.
Sebelumnya, SYL dituntut hukuman penjara 12 tahun dan denda Rp 500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan. SYL pun dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 44,2 miliar dan ditambah 30 ribu dolar Amerika Serikat dikurangi dengan jumlah uang yang telah disita dan dirampas.
Jaksa penuntut umum (JPU) KPK meyakini SYL terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Perbuatan itu dinilai melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.